Audensi Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBH IM) terkait Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Jepara/Net
Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar audiensi dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Menggugat (YLBH IM) terkait Perda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di Kabupaten Jepara Tahun 2023-2024 yang dianggap tidak memenuhi syarat formiil dan materiil.
Audiensi itu dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi II DPR Junimart Girsang, kemudian terlihat hadir juga anggota Komisi II dari fraksi PKS, Mardani Ali Sera.
Presiden YLBH IM Hutomo Daru Pradipta menjelaskan, Pemda Jepara sudah mengundangkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2023-2043 menjadi Peraturan Daerah (Perda RTRW Kabupaten Jepara No. 4/2023) tertanggal 7 September 2023.
Namun sebelum diundangkan, Pemda Jepara memberlakukan kebijakan di bidang penataan ruang melalui Peraturan Daerah Kabupaten Jepara Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara Tahun 2011-2031 (Perda RTRW Kabupaten Jepara No. 2/2011).
“Perda RTRW ini menimbulkan dampak kerugian bagi pelaku usaha (petambak udang) secara masif, bahkan kerugian tersebut juga dirasakan oleh masyarakat di Kecamatan Karimunjawa seperti hilangnya mata pencaharian,” kata Hutomo dikutip Selasa (14/11).
Menurut Hutomo, kegiatan tambak udang itu secara tidak langsung bisa meningkatkan pendapatan perkapita bagi warga lokal. Sebab, kegiatan itu melibatkan sejumlah tenaga kerja seperti tukang bongkar muat, tukang bangunan, tukang kayu, teknisi, operator, petugas pemeliharaan, petugas kasar, serta petugas panen.
Adapun dampak lain, menurut Hutomo, adalah sering terjadinya demonstrasi oleh penggiat lingkungan hidup yang tak setuju adanya budidaya tambak udang.
Atas hal ini, YLBH-IM mendesak Pemda Jepara memberikan ganti rugi untuk pelaku usaha terdampak. Hutomo menyebut Pemda juga harus merelokasi kegiatan budidaya tambak udang atau mengizinkan dengan syarat.
Di sisi lain, pihaknya menyayangkan sikap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak terlibat aktif dalam proses pembentukan Perda.
“Seharusnya Mendagri dalam rangka evaluasi terhadap Perda No. 4/2023 dapat mengkaji peraturan daerah tersebut secara komprehensif dari sisi yuridis, filosofis, sosiologis bahkan historis. Namun hal tersebut tidak dilakukan oleh Mendagri,” kata Hutomo.