Berita

Rosdiansyah/Ist

Publika

Muda Karbitan

OLEH: ROSDIANSYAH
RABU, 08 NOVEMBER 2023 | 13:38 WIB

DEMOKRASI memang sejatinya memberi ruang bagi siapapun untuk berkompetisi. Semua tahu itu, jadi tak perlu dijabarkan lagi. Namun, siapapun yang ikut kompetisi dalam demokrasi tentu dipersyaratkan tumbuh dari bawah ke atas.

Sebab, kata ''demos'' dari demokrasi merujuk kepada orang kebanyakan. Kebalikan dari ''monark'' dalam monarki, yang merujuk pada turunan raja atau turunan penguasa yang masih menjabat.

Dari kedua sistem pemerintahan yang kontras itu lahirlah cara memilih pemimpin, yang juga berbeda. Monarki tak membuka ruang kontestasi dari bawah sebab raja ingin terus berkuasa, termasuk melalui cara mengkarbit anggota keluarganya.


Raja tak butuh penilaian publik pada siapa anggota keluarganya yang dikarbit untuk jadi calon pengganti. Yang terpenting bagi raja adalah bisa terus tetap berkuasa melalui berbagai cara. Dan mengkarbit putra raja adalah cara cepat menghasilkan pengganti raja.

Cara usang melahirkan pemimpin seperti itu rupanya hendak dikembalikan lagi saat ini. Alasannya, memberi kesempatan kepada orang muda. Lalu diberi pembenar (seolah-olah) historis, bahwa sejarah kelahiran Republik ini juga karena dorongan orang muda. Namun, baik alasan maupun pembenarnya, ternyata hanyalah pemanis untuk menutupi motif raja yang tetap ingin berkuasa.

Ayo kita singkap kejanggalan tersebut. Jika orang muda itu bukan anak raja, mungkinkah ia langsung bisa melejit secara mandiri? Jelas tidak bisa. Anak raja justru dilejitkan. Persis cara monarki.

Upaya melejitkan anak raja itu bukan memberi kesempatan padanya, tapi mengkarbitnya. Anak raja dikarbit jadi raja dengan dalih semua orang berhak ikut kontestasi dalam demokrasi. Dalih ini justru meniadakan esensi berdemokrasi. Tidak ada karbit dalam demokrasi.

Lalu, seorang punakawan raja memberi pembenar, bahwa anak raja yang sedang dikarbit itu mirip Soetan Sjahrir, tokoh muda pergerakan dalam sejarah Indonesia. Punakawan tuna sejarah ini tampaknya hendak mbanyol, sayang banyolannya tak lucu sama sekali.

Sebab, Soetan Sjahrir lahir dari ''demos'', orang kebanyakan yang meniti karier politik dari bawah. Bukan dikarbit raja.

Cita rasa kerajaan akan terus melekat pada pemuda karbitan. Hanya karena bapaknya jadi raja, maka ia pun dikarbit untuk menggantikan. Ia tak tumbuh alamiah melalui proses politik normal, sehingga layak jika publik waswas pada kemungkinan berbagai abnormalitas politik di tangan anak raja karbitan itu.

Penulis adalah Peneliti JPIPNetwork

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya