Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu/Net
APAKAH Israel benar-benar terkecoh dengan Hamas? Apakah Israel benar-benar tidak mengetahui rencana serangan mendadak Hamas? Atau Israel sebenarnya sudah mengetahui rencana tersebut dan pura-pura tutup mata?
Rasanya sulit untuk memahami bahwa Israel kecolongan dengan serangan kilat Hamas. Israel memiliki banyak teknologi intelijen canggih. Bahkan perusahaan Israel, NSO Group, dikenal memproduksi spyware Pegasus yang beberapa waktu ke belakang menjadi skandal karena memata-matai sejumlah pemimpin dunia.
Dengan teknologi canggih, ditambah bantuan intelijen dari sekutu-sekutunya, apakah Israel bisa kecolongan dengan rencana Hamas, yang memiliki banyak keterbatasan?
Hamas sendiri mengaku sudah merencanakan Operasi Badai Al Aqsa selama dua tahun. Apakah selama dua tahun terakhir Israel tidak mencium gelagat apapun?
Jebakan NetanyahuSaat ini Israel dipimpin oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu yang kembali menjabat setelah memenangkan pemilu pada November 2022. Pemerintahan Netanyahu penuh dengan kontroversi.
Netanyahu menjabat di tengah proses hukum terkait kasus korupsi. Kemenangannya sebagai PM dikhawatirkan banyak pihak akan digunakan untuk melindungi diri dari hukum. Dan hal ini terbukti.
Tidak butuh waktu lama, Netanyahu merombak sistem peradilan. Wewenang Mahkamah Agung dikerdilkan. Sementara pemerintah diberi kekuasaan untuk memilih hakim. Kritikus berpendapat hal ini bisa mengancam demokrasi Israel.
Demonstrasi besar-besaran terjadi selama berbulan-bulan di Israel untuk menolak perombakan dan menuntut pengunduran diri Netanyahu.
Di tengah gejolak di dalam negeri, pemerintahan Netanyahu juga mulai renggang dengan Amerika Serikat. Netanyahu menilai Presiden Joe Biden terlalu lembek pada Iran, dengan upaya menghidupkan kembali kesepakatan nuklir.
Sementara itu, pemerintahan konservatif sayap kanan Netanyahu juga semakin keras terhadap Palestina. Sejak kampanye, Netanyahu berjanji untuk memperluas pemukiman Yahudi di Tepi Barat. Ia juga memilih Itamar Ben Gvir sebagai menteri keamanan nasional. Ben Gvir sendiri dikenal kerap melontarkan kebencian terhadap warga Arab di Israel.
Sejak Netanyahu kembali berkuasa, ketegangan antara Palestina dan Israel meningkat. Mulai dari bentrokan di kompleks Masjid Al Aqsa, serangan terhadap kamp pengungsi, hingga serbuan pemukim Yahudi.
Krisis yang dihadapi Netanyahu ini kemudian seakan lenyap setelah Hamas menyerang Israel dalam Operasi Badai Al Aqsa pada 7 Oktober 2023. Ribuan roket ditembakkan dari Jalur Gaza ke wilayah Israel.
Sesaat setelahnya Netanyahu mendeklarasikan perang dan membentuk pemerintahan darurat dengan oposisi. Dukungan kuat juga mengalir deras dari dalam negeri. Warga Israel bersatu melawan Hamas, dan mengesampingkan demonstrasi anti-Netanyahu.
Tidak hanya itu, dukungan dan bahkan bantuan berdatangan dari para sekutu, utamanya Amerika Serikat yang sudah mengirim dua kapal induk ke dekat wilayah Israel.
Melihat situasi sekarang, maka tidak heran bila muncul teori yang menyebut ini semua adalah skenario Netanyahu. Hamas nyatanya terjebak oleh Netanyahu, dan bukan sebaliknya.
Netanyahu yang sudah mengetahui rencana Hamas berpura-pura menutup mata, membiarkan mereka menyerang Israel. Setelahnya, Netanyahu seakan memiliki legitimasi yang kuat untuk menyerang Gaza. Dan dia akan kembali populer di kalangan masyarakat Israel. Termasuk mendapatkan kembali dukungan dari sekutu abadinya, Amerika Serikat.