Berita

Mahkamah Konstitusi/Net

Publika

Mengubah Batas Usia Capres di MK Kepentingan Siapa?

JUMAT, 13 OKTOBER 2023 | 22:24 WIB | OLEH: SYAFRIL SJOFYAN

DUNIA sedang tidak baik. Indonesia juga ekonomi rakyat sulit. Termasuk masalah harga naik dan impor beras. Tetapi "pengakuan" Yusril Ihza Mahendra tentangnya percakapan antara dirinya dengan Joko Widodo, menggelitik.  

Membahas tentang JC di MK untuk merubah batas usia pasangan Capres menjadi 35 tahun. Bermakna bahwa masalah tersebut dianggap "lebih penting" oleh Presiden Jokowi.

Berbagai kelompok termasuk PSI yang Ketua Umumnya Kaesang Pangarep, juga putra Jokowi, Melakukan JC UU Pemilu tentang merubah pasal batas usia  Capres.   

Publik menganggap usaha tersebut adalah keinginan "Istana" memuluskan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang saat ini berumur 35 tahun, untuk bisa menjadi cawapres.  

Tentu ada reaksi. Reaksi yang cukup tajam dan viral adalah ketidaksetujuan. Justru sebagian berasal dari pihak pendukung Jokowi. Deni Siregar, Hendardi, dan lain-lain. Pendukung yang sebelumnya menjadikan Jokowi "berhala" yang selalu dipuja, protes berat.  

Pengakuan Deni Siregar bahwa bersama kawan-kawannya sesama influencer atau lebih dikenal  sebagai Buzzer Istana. Karena sering diundang Jokowi ke Istana.

Kata Desi (Deni Siregar) mereka selama ini "mengelembungkan" nama Jokowi, sehingga selalu meningkat di survei. Begitu juga dengan Ganjar Pranowo yang juga meningkat pesat di survei adalah "ulah" mereka.  

Jagad medsos heboh. Jokowi membangun Dinasti.  Deni Siregar mengingatkan Jokowi jangan masuk perangkap Gerindra.

Menurut dia, keinginan keras menyunting Gibran jadi cawapres untuk Prabowo Subianto (PS), Semata untuk meningkatkan elektabilitas PS. Melalui Relawan Jokowi yang sudah diambil alih oleh putra-putranya.

Deni juga mengingatkan dan percaya sang “tuannya” Jokowi, tidak akan berkhianat terhadap Megawati. Yang menjadikan Jokowi presiden dan anaknya jadi  Wali Kota Solo serta mantunya jadi Wali Kota Medan.

Lalu, MK rencananya Senin (16/10) akan memutuskan JC UU Pemilu. Mengubah pasal batas umur menjadi 35 tahun. Atau memberi imbuhan pasal pada UU. Bagi yang pernah jadi bupati, gubernur, atau kepala daerah ada kekecualian. Jika itu terjadi MK menjadi Mahkamah Keluarga. Menurut tokoh nasional Dr. Rizal Ramli.  

Upaya MK ini dibaca publik sebagai usaha untuk meloloskan anak Jokowi, Gibran Rakabuming, Walikota Solo. Agar bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Ketua MK juga adalah adik ipar Jokowi, paman dari Gibran. Keluarga beneran yang lagu Kuasa. Jadilah MK populer dengan sebutan Mahkamah Keluarga.

Sebenarnya, menurut pasal UU Kehakiman. Hubungan kekerabatan/keluarga dilarang keras. Apalagi  menjadi jabatan hakim agung. Anwar Usman ipar Jokowi duduk sebagai ketua MK. Banyak kebijakan kepemerintahan terkait dengan kepentingan eksekutif/presiden. Harusnya Ketua MK Anwar Usman mundur atau diberhentikan.

Namun, keadaan Indonesia tidak lagi baik-baik saja. Pelanggaran konstitusi seperti itu lumrah. DPR diam. Para rektor pun diam. Ketua-ketua Parpol sami mawon. Katanya sih tersandera.

Kembali kepada judul. Kepentingan siapa merubah pasal UU Pemilu Melalui MK?

Yang pasti kepentingan politik kekuasaan. Bukan kepentingan rakyat yang lagi tercekik, karena krisis ekonomi.

Untuk PS kepentingannya seperti yang disampaikan Desi. Meningkatkan elektabilitasnya. Untuk Presiden Jokowi kepentingannya?

Harus diingat putranya Gibran dan Kaesang punya masalah dugaan KKN money laundering ajuan Ubaidillah Badrun (Akademisi). Masih “digantung” oleh KPK.

Begitu juga masalah kebijakan dan pemborosan APBN Kereta Api Cepat dan kasus lain.  Bisa diungkit di kemudian hari. Artinya keluarga harus berjuang supaya Gibran berkuasa. Semua bisa distop. Artinya kepentingannya di samping membangun dinasti juga untuk jalan penyelamatan.

Bagi PS yang "ngotot" mengajukan Gibran. Menurut Gibran berkali-kali PS meminta dirinya sebagai cawapres. Akankah meningkatkan elektabilitas baik untuk dirinya sebagai capres atau partai Gerindra dengan membawa anak Jokowi plus relawannya.

Jika mengacu pada Pilpres 2014 dan 2019, PDIP yang mengasuh Jokowi perolehan hasil Pemilu hanya naik tidak begitu signifikan sekitar 2 persen.  Hasil "kemenangan" Jokowi pada pilpres 2019 sekitar 54 persen, setara dengan jumlah suara dari koalisi partai pendukung Jokowi. Lalu apa kebesaran relawan  Jokowi hanya sekedar gelembung. Yang secara rutin dirawat istana.

Akankah demokrasi di Indonesia berupa Republik akan berubah menjadi Monarki. Di mana sang Raja cawe-cawe, "memaksa" menetapkan penggantinya, apalagi putranya. Hanya untuk jalan penyelamatan. Daulat Rakyat harus peka membaca.

Penulis adalah pemerhati kebijakan publik

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Karyawan Umbar Kesombongan Ejek Pasien BPJS, PT Timah Minta Maaf

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:37

Sugiat Santoso Apresiasi Sikap Tegas Menteri Imipas Pecat Pelaku Pungli WN China

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30

KPK Pastikan Tidak Ada Benturan dengan Kortastipikor Polri dalam Penanganan Korupsi LPEI

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:27

Tabung Gas 3 Kg Langka, DPR Kehilangan Suara?

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:10

Ken Martin Terpilih Jadi Ketum Partai Demokrat, Siap Lawan Trump

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:46

Bukan Main, Indonesia Punya Dua Ibukota Langganan Banjir

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:45

Larangan LPG di Pengecer Kebijakan Sangat Tidak Populis

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:19

Smart City IKN Selesai di Laptop Mulyono

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:59

Salah Memutus Status Lahan Berisiko Besar Buat Rakyat

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:45

Hamas Sebut Rencana Relokasi Trump Absurd dan Tidak Penting

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:26

Selengkapnya