Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (CHED ITB-AD) bersama jejaring pengendalian tembakau, seusai konferensi pers/Ist
Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta (CHED ITB-AD) bersama jejaring pengendalian tembakau, menggelar konferensi pers menyorot pentingnya mendukung Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan, yang saat ini sedang disusun Kementerian Kesehatan.
Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD, Roosita Meilani Dewi, menyampaikan pandangannya tentang hubungan antara kebijakan kesehatan dan pembangunan ekonomi jangka panjang. Menurutnya, kebijakan kesehatan, dalam hal zat aditif, harus diutamakan.
"Selama ini kesehatan dan ekonomi sering dianggap terpisah dalam kerangka pembangunan. Namun, dengan rancangan pembangunan jangka panjang yang menekankan peningkatan pembangunan manusia sebagai prioritas utama, sektor kesehatan jadi pilar utama untuk pencapaian itu," katanya, di Jakarta, Jumat (13/10.
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang diumumkan Presiden Joko Widodo, 15 Juni 2023, menekankan pentingnya tiga pilar utama, diantaranya stabilitas, keberlanjutan dan kesinambungan, serta sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam konteks itu kesehatan jadi fokus utama, mengingat tantangan yang dihadapi Indonesia menyangkut produktivitas dan masalah kesehatan masyarakat.
Data Total Factor Productivity (TFP) periode 2005-2019, menunjukkan, produktivitas Indonesia tumbuh negatif (0,66), sedangkan negara-negara Asia lain, seperti Korea Selatan 1,66, dan Tiongkok mencapai 1,61. Produktivitas yang rendah menjadi penyebab utama pertumbuhan ekonomi yang melambat.
"Tingkat kesehatan masyarakat juga jadi perhatian utama pembangunan sumber daya manusia. RPP Kesehatan yang digagas Kementerian Kesehatan merupakan upaya jangka panjang mengatasi tantangan di bidang kesehatan, termasuk tingginya kematian ibu dan bayi, stunting, penyakit tidak menular, obesitas, dan pandemi Covid-19," jelasnya.
Masalah konsumsi rokok juga jadi pembahasan. Dengan prevalensi merokok yang tinggi, terutama pada pria dewasa mencapai 67 persen. The Indonesian Family Life Survey ke-5, menyebutkan, prevalensi merokok di Indonesia mencapai 58%, dengan mayoritas perokok laki-laki. Diungkapkan juga, rata-rata perokok mengkonsumsi 12 batang rokok per hari dan pengeluaran untuk merokok mencapai Rp56 ribu per minggu.
"Upaya seperti kenaikan harga rokok diharapkan dapat mengurangi prevalensi merokok, namun juga meningkatkan biaya yang harus ditanggung negara. Karena itu, kebijakan kesehatan yang berdampak jangka panjang menjadi sangat penting," lanjutnya.
CHED ITB-AD Jakarta dan jejaring pengendalian tembakau menegaskan, dukungan terhadap RPP Kesehatan merupakan langkah penting untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045. Dengan memprioritaskan kesehatan masyarakat, diharapkan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan peningkatan produktivitas bangsa.