Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, batal menjalani sidang vonis dengan alasan kesehatan/RMOL
Sidang putusan atau vonis kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pekerjaan proyek infrastruktur di Provinsi Papua untuk terdakwa mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe, akhirnya ditunda. Majelis Hakim pun mengabulkan pembantaran penahanan agar Lukas menjalani perawatan hingga 10 hari ke depan.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rianto Adam Pontoh mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium klinik dan hasil radiologi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPA) Gatot Subroto, permohonan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membantarkan penahanan Lukas dinilai cukup beralasan.
Halim pun mengizinkan Lukas dibantarkan sejak Jumat (6/10) hingga Kamis (19/10).
"Mengabulkan permohonan Penuntut Umum dari KPK. Memerintahkan Penuntut Umum untuk melakukan pembantaran terhadap Lukas sejak 6 Oktober sampai 19 Oktober di RSPAD," kata Hakim Ketua, Rianto, Senin (9/10).
Untuk itu, kata Majelis Hakim, pembacaan putusan terhadap Lukas pada hari ini ditunda hingga menunggu terdakwa bisa kembali dihadirkan di persidangan.
"Kalau memang beliau dinyatakan sudah bisa mengikuti persidangan, kami jadwalkan persidangan secara resmi, kami berkoordinasi dengan Penuntut Umum dan Penasihat Hukum terdakwa, nanti akan disampaikan resmi penundaan sidang untuk pembacaan sidang," pungkas Hakim Ketua, Rianto.
Dalam perkara ini, Lukas dituntut 10,5 tahun penjara dan membayar uang pengganti Rp47,8 miliar. Tuntutan itu disampaikan langsung tim JPU KPK pada Rabu lalu (13/9).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 tahun dan 6 bulan, dan denda sejumlah Rp1 miliar subsider pidana kurungan selama 6 bulan," kata Jaksa KPK saat membacakan amar tuntutan, Rabu (13/9).
Menurut Jaksa KPK, Lukas terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sesuai dengan dakwaan Kesatu Pertama melanggar Pasal 12 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP. Dan dakwaan Kedua Pasal 12B UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor.
"Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp47.833.485.350 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan telah memperoleh kekuatan hukum tetap," terang Jaksa.
Jika dalam waktu tersebut terdakwa tidak membayar pidana pengganti kata Jaksa, maka harta bendanya disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Dalam hal terdakwa saat itu terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana penjara selama 3 tahun.
"Menjatuhkan hukuman tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama lima tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana," tutur Jaksa.
Menurut Jaksa, Lukas terbukti menerima hadiah yang keseluruhannya sebesar Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar) bersama-sama dengan Mikael Kambuaya selaku Kepala Dinas PU Pemprov Papua tahun 2013-2017 dan bersama Gerius One Yoman selaku Kepala Dinas PUPR Pemprov Papua tahun 2018-2021.
Uang tersebut diterima dari Piton Enumbi selaku Direktur sekaligus pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-Lingge, PT Astrad Jaya, dan PT Melonesia Cahaya Timur sebesar Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar).
Selanjutnya, menerima uang dari Rijatono Lakka selaku Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar).
Uang tersebut diberikan agar terdakwa Lukas bersama-sama dengan Mikael dan Gerius mengupayakan perusahaan-perusahaan yang digunakan Piton Enumbi dan Rijatono Lakka memenangkan proyek pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemerintah Provinsi Papua TA 2013-2022.
Selain itu, Jaksa meyakini, terdakwa Lukas juga terbukti menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp1,99 miliar dari Budi Sultan selaku kontraktor yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya selaku Gubernur Papua periode 2013-2018.