Berita

Ilustrasi Foto/Net

Bisnis

Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Memperparah Kemiskinan Pesisir

SENIN, 09 OKTOBER 2023 | 12:31 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) membuat kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang berbasis industri guna mendongkrak income dan pertumbuhan ekonomi pesisir.

Namun, kebijakan ini justru dinilai memperparah kemiskinan pesisir. Hal itu diungkapkan Ketua Front Nelayan Indonesia (FNI), Rusdianto Samawa kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/10).

“Kebijakan PIT tak bisa keluarkan rakyat dari kemiskinan ekstrem, malah menumbuhkan karena semua sumber kehidupan masyarakat pesisir diganggu oleh kebijakan tersebut,” ungkap Rusdianto.


Dia menyebut kegagalan sangat nyata, misalnya negara-negara tujuan ekspor hasil tangkapan perikanan seperti China belum menentukan seberapa besar persentase yang diserap. Padahal MoU antara KKP dengan China sudah dilakukan.
 
“Kebijakan penangkapan ikan terukur direspon baik sejumlah negara. Namun, hasil kelautan-perikanan yang diekspor tidak sesuai yang diharapkan, misalnya ikan kakatua pada tahun 2023 ini masuk Cites level 2 (diawasi) dan tahun 2024 masuk kategori Cites level 4 yang sama sekali dilarang untuk diekspor. Padahal ikan kakatua dihasilkan dari masyarakat pulau-pulau kecil di Indonesia,” jelasnya.
 
Sambung dia, kebijakan penangkapan ikan terukur memiliki kelemahan yang sangat rumit, yakni pertama perusahaan yang memiliki izin tak serta merta mau konversi alat tangkap nelayan ramah lingkungan.

“Kedua, beban pembayaran PNBP sangat besar terhadap perusahaan yang selama ini belum seimbang antara hasil. Ketiga; infrastruktur supply chain (distribusi) alat-alat transportasi seperti cold storage, mobil thermoking, alat timbang online tak memadai ketersediaan. Inilah faktor besar yang membuat kebijakan penangkapan ikan terukur itu berdampak gagal total,” bebernya.
 
Aktivis nelayan asal Sumbawa, NTB tersebut juga menilai pengelolaan berkelanjutan pesisir dan pulau-pulau kecil mengalami kendala berat dan penuh tantangan. Pasalnya, kebijakan pada PP 26/2023 membatalkan kebijakan penangkapan ikan terukur.

“Walaupun itu dibalut atau disarungi oleh sedimentasi. Pengerukan dan penghisapan pasir laut dapat merusak seluruh piranti kehidupan dalam lingkungan laut,” tegasnya.

"Tak ada sedimentasi di tengah. Sedimentasi itu dipinggir. Di tengah laut bukan sedimentasi melainkan laut dalam. Lantas alasan apa yang membenarkan bahwa pengerukan pasir dilakukan untuk perdalam alur kapal laut cargo. Jelas, kapal-kapal cargo tersebut, tak mungkin dikendalikan melewati pinggir pantai," ungkap dia.
 
Menurut dia, pasir hasil sedimentasi laut adalah logika sumir karena kajian akademiknya disclaimers dan tidak lengkap. Penting menolak hasil kajian Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP Tahun 2021 karena program reklamasi gunakan pasir laut adalah terlarang dan sudah dilarang.

“Mestinya, perkuat aturan sanksi kepada kontraktor reklamasi untuk dicabut izin reklamasinya agar ada efek jera di masa depan. Katanya, Indonesia memiliki potensi hasil sedimentasi laut lebih dari 24 miliar meter kubik dan sekitar 1,4 miliar meter kubik dapat dimanfaatkan untuk reklamasi dalam negeri. Kenapa harus ekspor ke pasar luar negeri,” bebernya lagi.
 
“Jadi kebijakan-kebijakan KKP tersebut benar-benar makin mempersubur kemiskinan di pesisir,” tandasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya