Kerata api pengangkut barang/Ist
Kinerja pengangkutan kereta api barang yang optimal perlu strategi kolaborasi dan sinergi dengan penyedia jasa logistik lainnya dalam mengembangkan konektivitas angkutan.
Kerja sama atau kemitraan antara PT Kereta Api Indonesia (Persero)/KAI dan para mitra antara lain dengan skema joint operation dan joint venture company. Opsi lainnya antara lain joint venture profit & loss sharing, serta consortium partnership model.
Hal itu disampaikan oleh EVP of Freight Marketing & Sales KAI, Fredi Firmansyah pada FGD bertajuk “Peluang Bisnis Menggunakan Fasilitas Logistik yang Terintegrasi dengan Moda Transportasi Kereta Api” di Jakarta, Rabu (20/9).
"KAI mempunyai berbagai infrastruktur dan fasilitas pengangkutan barang yang dapat diusahakan bersama oleh KAI dan para mitra. Terminal petikemas KAI, misalnya, terdapat di Pasoso, JICT, Sungai Lagoa, Jakarta Gudang, Lemah Abang/CDP, Klari, dan Gedebage. Lokasi lainnya di Cibungur, Krenceng, Semarang, Benteng, Kalimas, Indro, dan Rambipuji," beber Fredi.
Untuk memastikan ketersediaan muatan yang cukup di
first mile maupun
last-mile, lanjut dia, KAI mengembangkan model layanan berorientasi
door-to-door dengan menerapkan
joint market, single tariff, single data dan
single payment."Dengan model layanan terbaru pengangkutan KA barang ini diharapkan dapat menurunkan total tarif angkutan dan waktu tempuh (lead time)
door-to-door," ucapnya.
Pengangkutan KA barang mempunyai berbagai keunggulan, yaitu kompetitif, cepat, aman, tepat waktu, bebas pungli, dan kapasitas besar. Selain itu, keunggulan lainnya adalah ramah lingkungan, fleksibel, multikomoditas, pembayaran mudah, dan berasuransi.
CEO Supply Chain Indonesia (SCI) Setijadi mengapresiasi KAI yang terus berupaya meningkatkan penggunaan moda transportasi rel untuk pengangkutan barang di Indonesia yang saat ini masih rendah.
Jelas dia, Data BPS menunjukkan kontribusi angkutan rel terhadap PDB tahun 2022 hanya sebesar 1,8 persen. Kontribusi masih didominasi angkutan darat 60,8 persen, diikuti angkutan udara (26,6 persen), angkutan laut (7,1 persen), serta angkutan sungai, danau, dan penyeberangan (3,7 persen).
"Penggunaan moda transportasi rel yang lebih efisien daripada moda transportasi jalan akan berdampak terhadap penurunan biaya transportasi dan logistik," ujar Setijadi.
Sambung dia, manfaat lainnya adalah penurunan tingkat kemacetan, konsumsi bahan bakar, dan tingkat pencemaran udara dengan pengalihan penggunaan truk ke kereta yang berkapasitas lebih besar, penurunan risiko kecelakaan dan tingkat kerusakan jalan akibat muatan berlebih truk.
Setijadi menyatakan diperlukan dukungan pemerintah untuk mendorong peningkatan daya saing dan pengembangan pengangkutan barang dengan kereta melalui berbagai langkah dan kebijakan.
"Selain itu perlu kerja sama dan sinergi dengan para pelaku usaha dan pihak terkait," tandasnya.