Siang yang sangat terik dengan cuaca panas begitu terasa di Kota Banda Aceh. Kondisi serupa juga terasa saat sejumlah pengendara melintas di jalan Teuku Umar, Kampung Suka Ramai Kota Banda Aceh.
Di tengah ramainya para pengendara motor di jalan tersebut, terlihat seorang wanita muda sedang merajut ketupat mini dari pita berwarna merah putih. Dia bernama Sri Wanda. Sorot mata gadis yang mengaku berusia 24 tahun tersebut, sesekali melihat ke arah para pembeli yang perlahan mendekat bersama motor yang dikendarainya.
Sri Wanda kemudian memperlihatkan seluruh koleksi yang dia jual. Mulai dari bendera merah putih, umbul-umbul, hingga ragam aksesoris lainnya.
Setelah melakukan negosiasi dan barang laku terjual, dirinya kemudian kembali larut dalam merangkai aksesoris serba merah putih itu.
“Dari umur enam tahun sudah jual bendera, bantu orang tua sepulang sekolah. Ilmu itu yang akhirnya saya gunakan saat ini,” tutur Sri Wanda kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (2/8).
Sri Wanda mengaku, sehari-hari dirinya berjualan mainan dan pop ice di kawasan Taman Sari. Namun jelang 17 Agustus, dia sengaja untuk sementara waktu putar haluan berjualan bendera merah putih dan aksesorisnya. Sri berharap dengan berjualan bendera, akan ada untung besar.
“Peminat bendera di bulan Agustus banyak, kita harus pintar melihat peluang, apalagi sebentar lagi kita akan menyambut Kemerdekaan,” ujarnya.
Sri mengaku baru Agustus tahun ini, dia memberanikan diri menjual bendera sendirian tanpa bantuan keluarga.
“Saya mulai jualan pada tanggal 20 Juli kemarin hingga saat ini, rencana sampai hari H nanti,” ujarnya.
Perempuan berkulit sawo matang ini mengaku, meskipun para pembeli belum ramai dan koleksinya belum banyak yang laku. Namun, dirinya tetap semangat.
Sri menyebutkan, untuk bendera merah putih dijual mulai dari harga Rp 5 ribu hingga Rp 350 ribu. Bendera ukuran kecil (mini), untuk aksesoris kendaraan dibanderol dengan harga Rp 5 ribu, ketupat merah putih Rp 15 ribu, dan bendera biasa hanya Rp 45 ribu.
Selain itu untuk umbul-umbul dijual Rp 50 ribu per 3 meter, background Rp 250 ribu per 4 meter, untuk untuk background ukuran 8 M dibanderol dengan harga Rp 350 ribu.
“Paling banyak umbul-umbul yang panjang berlapis, biasa dipakai untuk kantor Pemerintah,” katanya.
Mahasiswi UIN Ar-Raniry Banda Aceh tersebut menambahkan, barang dagangan tersebut dia beli melalui aplikasi belanja online yang dipesan langsung dari Garut Jawa Barat. Hal itu dilakukan karena tidak adanya pabrik yang memproduksi produk tersebut di Aceh.
Menurut Sri, beberapa tahun lalu, keluarganya hanya menjual bendera merah putih saja. Namun saat dirinya berusia 15 tahun, sang Ayah memutuskan ikut menjual aksesoris lainnya seperti umbul-umbul karena terinspirasi dari pedagang dari luar Aceh.
“Dulu masih bendera biasa, lalu dijual sama orang Jawa jadi kami jual juga,” ujarnya.
Sri mulai membuka lapak dagangan pada pukul 07.00 WIB dan menutup lapak pada pukul 18.00 WIB. Menurutnya tidak ada larangan dari para petugas keamanan meskipun lapak dibuka pada pinggir jalan, asalkan tidak mendirikan tenda.
“Enggak diusir asal jangan pasang tenda, waktu hujan baru boleh pasang tenda,” kata dia.
Meskipun hanya menjual barang musiman, namun Sri mengakui pendapatan dari hasil penjualan bendera merah putih cukup menjanjikan. Menurutnya jika barang dagangan tidak habis maka akan disimpan, untuk dijual kembali di momentum menyambut kemerdekaan tahun depan.
“Alhamdulillah, cukup untuk balik modal awal belanja. Kalau enggak habis laku terjual simpan di rumah tahun depan jual lagi,” ujarnya.
Pernah Dituduh Mencuri BenderaSelama menjajakan bendera merah putih di Banda Aceh, Sri Wanda mengaku dirinya pernah didatangi aparat keamanan yang mendapat laporan bahwa ada kantor instansi pemerintahan yang kehilangan bendera.
Saat didatangi dan ditanyai aparat, dirinya mengaku geram karena merasa tidak melakukan tindakan tidak terpuji tersebut.
“Datang mereka (aparat keamanan) tanya bendera apa ada saya ambil, saya jawab enggak ada, mana mau saya mencuri lalu menjual lagi,” ujarnya.
Padahal, kata Sri Wanda, bendera-bendera yang telah dipasang baik di jalanan atau di instansi pemerintahan tersebut banyak diambil oleh masyarakat.
“Ada masyarakat kita yang kurang mampu, enggak sanggup beli bendera, kan mahal bendera ini, ya diambil, sedang kita harus pasang bendera di rumah kalau bulan Agustus,” tandasnya.
Sri Wanda sedang menjual bendera merah putih di jalan Teuku Umar, Kampung Suka Ramai Kota Banda Aceh/RMOLAcehBendera, HUT RI, Aceh
Potensi Cuan, Penjual Mainan Sementara Beralih Jajakan Merah Putih
RMOL. Siang yang sangat terik dengan cuaca panas begitu terasa di Kota Banda Aceh. Kondisi serupa juga terasa saat sejumlah pengendara melintas di jalan Teuku Umar, Kampung Sukaramai Kota Banda Aceh.
Di tengah ramainya para pengendara motor di jalan tersebut, terlihat seorang wanita muda sedang merajut ketupat mini dari pita berwarna merah putih. Dia bernama Sri Wanda. Sorot mata gadis yang mengaku berusia 24 tahun tersebut, sesekali melihat ke arah para pembeli yang perlahan mendekat bersama motor yang dikendarainya.
Sri Wanda kemudian memperlihatkan seluruh koleksi yang dia jual. Mulai dari bendera merah putih, umbul-umbul, hingga ragam aksesoris lainnya.
Setelah melakukan negosiasi dan barang laku terjual, dirinya kemudian kembali larut dalam merangkai aksesoris serba merah putih itu.
“Dari umur enam tahun sudah jual bendera, bantu orang tua sepulang sekolah. Ilmu itu yang akhirnya saya gunakan saat ini,” tutur Sri Wanda kepada
Kantor Berita RMOLAceh, Rabu (2/8).
Sri Wanda mengaku, sehari-hari dirinya berjualan mainan dan pop ice di kawasan Taman Sari. Namun jelang 17 Agustus, dia sengaja untuk sementara waktu putar haluan berjualan bendera merah putih dan aksesorisnya. Sri berharap dengan berjualan bendera, akan ada untung besar.
“Peminat bendera di bulan Agustus banyak, kita harus pintar melihat peluang, apalagi sebentar lagi kita akan menyambut Kemerdekaan,” ujarnya.
Sri mengaku baru Agustus tahun ini, dia memberanikan diri menjual bendera sendirian tanpa bantuan keluarga.
“Saya mulai jualan pada tanggal 20 Juli kemarin hingga saat ini, rencana sampai hari H nanti,” ujarnya.
Perempuan berkulit sawo matang ini mengaku, meskipun para pembeli belum ramai dan koleksinya belum banyak yang laku. Namun, dirinya tetap semangat.
Sri menyebutkan, untuk bendera merah putih dijual mulai dari harga Rp 5 ribu hingga Rp 350 ribu. Bendera ukuran kecil (mini), untuk aksesoris kendaraan dibanderol dengan harga Rp 5 ribu, ketupat merah putih Rp 15 ribu, dan bendera biasa hanya Rp 45 ribu.
Selain itu untuk umbul-umbul dijual Rp 50 ribu per 3 meter, background Rp 250 ribu per 4 meter, untuk untuk background ukuran 8 M dibanderol dengan harga Rp 350 ribu.
“Paling banyak umbul-umbul yang panjang berlapis, biasa dipakai untuk kantor Pemerintah,” katanya.
Mahasiswi UIN Ar-Raniry Banda Aceh tersebut menambahkan, barang dagangan tersebut dia beli melalui aplikasi belanja online yang dipesan langsung dari Garut Jawa Barat. Hal itu dilakukan karena tidak adanya pabrik yang memproduksi produk tersebut di Aceh.
Menurut Sri, beberapa tahun lalu, keluarganya hanya menjual bendera merah putih saja. Namun saat dirinya berusia 15 tahun, sang Ayah memutuskan ikut menjual aksesoris lainnya seperti umbul-umbul karena terinspirasi dari pedagang dari luar Aceh.
“Dulu masih bendera biasa, lalu dijual sama orang Jawa jadi kami jual juga,” ujarnya.
Sri mulai membuka lapak dagangan pada pukul 07.00 WIB dan menutup lapak pada pukul 18.00 WIB. Menurutnya tidak ada larangan dari para petugas keamanan meskipun lapak dibuka pada pinggir jalan, asalkan tidak mendirikan tenda.
“Enggak diusir asal jangan pasang tenda, waktu hujan baru boleh pasang tenda,” kata dia.
Meskipun hanya menjual barang musiman, namun Sri mengakui pendapatan dari hasil penjualan bendera merah putih cukup menjanjikan. Menurutnya jika barang dagangan tidak habis maka akan disimpan, untuk dijual kembali di momentum menyambut kemerdekaan tahun depan.
“Alhamdulillah, cukup untuk balik modal awal belanja. Kalau enggak habis laku terjual simpan di rumah tahun depan jual lagi,” ujarnya.
Pernah Dituduh Mencuri BenderaSelama menjajakan bendera merah putih di Banda Aceh, Sri Wanda mengaku dirinya pernah didatangi aparat keamanan yang mendapat laporan bahwa ada kantor instansi pemerintahan yang kehilangan bendera.
Saat didatangi dan ditanyai aparat, dirinya mengaku geram karena merasa tidak melakukan tindakan tidak terpuji tersebut.
“Datang mereka (aparat keamanan) tanya bendera apa ada saya ambil, saya jawab enggak ada, mana mau saya mencuri lalu menjual lagi,” ujarnya.
Padahal, kata Sri Wanda, bendera-bendera yang telah dipasang baik di jalanan atau di instansi pemerintahan tersebut banyak diambil oleh masyarakat.
“Ada masyarakat kita yang kurang mampu, enggak sanggup beli bendera, kan mahal bendera ini, ya diambil, sedang kita harus pasang bendera di rumah kalau bulan Agustus,” tandasnya.