Direktur eksekutif Indef, Tauhid Ahmad/Net
Gambaran keuangan negara lewat APBN membuat sumringah masyarakat. Pasalnya tercatat mengalami surplus luar biasa, sebesar 66,9 persen pada semester awal 2023.
Penopang surplus keuangan negara itu didorong penerimaan pajak negara sebesar 9,9 persen, meski penerimaan dari cukai merosot hingga 18,8 persen.
Di balik kebahagiaan catatan surplus, Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, mengkhawatirkan meroketnya penerimaan negara itu justru kontraproduktif dengan kondisi ekonomi yang terjadi di lapangan, terutama pasar mikro.
“Apakah di tengah-tengah situasi kita sangat membutuhkan, uang surplus, ini penting bagi perekonomian atau justru sebaliknya? Ini kontraproduktif terhadap perekonomian kita,” kata Tauhid, di acara diskusi virtual Indef dengan tema “Surplus APBN buat Siapa? Evaluasi Realisasi APBN Semester I 2023”, Selasa (18/7).
Dia menguraikan, kontraproduktif perekonomian negara dicatat dalam hasil analisis Badan Pusat Statistik yang menggariskan terjadi penurunan yang cukup dahsyat terutama dari sisi ekspor sebesar 5,08 persen
month on month (MoM) dan 21,18 persen
year on year (YoY).
Meski demikian, kata Tauhid, situasi kurang bagus dari ekspor itu mampu ditopang penurunan impor, yang juga jauh lebih tinggi. Sehingga, ekonomi negara masih mengalami surplus sebesar kurang lebih sekitar Rp3 miliar.
“Untung karena ada penurunan impor sebesar 19,4 persen. Artinya apa? Dalam waktu ke depan sumbangan ekspor-impor dalam pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan cukup dahsyat, dan dikhawatirkan mengurangi sumbangan perdagangan internasional ekspor-impor dalam perekonomian,” urainya.
Menurutnya, nilai surplus APBN perlu hadir dalam situasi suram itu, untuk menopang agar aktivitas ekspor-impor tidak mengalami mimpi buruk. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
“Nah, di saat itulah, APBN harusnya menjadi penopang ekonomi kita terus tumbuh, tapi nyatanya belum mampu melakukan optimalisasi, terutama dari sisi belanja kita,” katanya.
“Saya kira tumbuhnya 0,9 persen masih jauh terutama non K/L ataupun transfer daerah yang masih negatif pertumbuhannya sampai semester 1,” pungkasnya.