Lonjakan kasus sindrom Guillain-Barre (GBD) atau penyakit saraf langka, mendorong otoritas Peru menetapkan darurat kesehatan nasinal selama 90 hari.
Mengutip Xinhua pada Minggu (9/7), Peru sejauh ini mencatat peningkatan luar biasa dalam penyakit GBD dengan 165 kasus dengan empat kematian.
Melalui lembaran resmi El Peruano, otoritas Peru merinci rencana aksi penanganan GBD dengan anggaran mencapai 12 juta sol atau Rp 50 miliar.
"Alokasi dana akan digunakan untuk meningkatkan perawatan pasien di fasilitas kesehatan, memperkuat kontrol kasus dan mempersiapkan informasi yang informatif bagi penduduk dan tenaga kesehatan," bunyi laporan tersebut.
Lebih rinci, rencana aksi juga mencakup perolehan imunoglobulin intravena dan albumin manusia, serta diagnosis khusus dari agen biologis yang terkait dengan sindrom tersebut dan bantuan transportasi udara untuk pasien dalam kondisi darurat atau kritis.
Menteri Kesehatan Peru, Cesar Vasquez yang mengumumkan darurat GBD mengatakan bahwa lonjakan penyakit dalam waktu singkat dapat mempersulit layanan kesehatan.
"Tidak ada cukup sumber daya strategis untuk melayani banyak pasien yang membeludak dengan kompleksitas kasus di fasilitas kesehatan," tegasnya.
Sindrom Guillain-Barre adalah kelainan langka di mana sistem kekebalan tubuh menyerang bagian dari sistem saraf tepi.
Sepanjang tahun ini, setidaknya 18 dari 24 departemen Peru telah melaporkan setidaknya satu kasus sindrom tersebut.
GBS merupakan penyakit autoimun, yang artinya kerusakan sel saraf disebabkan oleh komponen sistem imun tubuh pengidap.
Hal ini sering kali dipicu oleh infeksi oleh bakteri seperti campylobacter yang menyerang sistem pencernaan dan virus seperti Epstein-Barr, cytomegalovirus, dan HIV.
Gejala pertama yang muncul adalah kesemutan pada kaki atau tangan, terkadang disertai rasa nyeri yang berawal di bagian tungkai atau punggung.
Pada fase lanjut, kelemahan otot dapat menyerang otot-otot pernapasan yang dapat berakibat fatal.
Selain kelemahan otot, individu dengan GBD dapat mengalami gangguan penglihatan akibat lemahnya otot-otot sekitar mata, kesulitan menelan, bicara dan mengunyah, sensasi seperti tertusuk jarum pada tangan dan hati, dan rasa nyeri yang cenderung memburuk pada malam hari.