Berita

Mantan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro/Net

Suara Mahasiswa

Kebijakan Anti-Lingkungan Brasil pada Masa Pemerintahan Jair Bolsonaro

OLEH: YASMIN AUDREY CAMILIA ANCHAR*
SABTU, 01 JULI 2023 | 10:37 WIB

BRASIL adalah negara pelopor dalam diplomasi lingkungan dan kebijakan iklim. Lahirnya konvensi internasional mengenai Perubahan Iklim dan Keanekaragaman Hayati pada tahun 1992 yang diadakan di Rio de Janeiro Brasil dan dinamakan Earth Summit atau KTT Rio.

Konferensi tersebut melahirkan berbagai dokumen mengenai lingkungan dan iklim. Di dalamnya terdapat kesepakatan mewajibkan pihak yang menandatangani untuk mematuhi dan melaksanakannya.

Terdapat pula dokumen yang tidak mengikat lebih kepada norma-norma yang harus dilakukan tanpa adanya paksaan untuk melaksanakan.

Brasil yang sukses menjadi pelopor dalam kebijakan iklim dan diplomasi lingkungan pada saat itu menjadikan kebijakan lingkungan sebagai tujuan dan prioritas utamanya.

Presiden yang menjabat pada saat itu adalah Fernando Collor de Mello menjadikan Brasil negara sukses dalam isu lingkungan dan membuat para ilmuan di dunia menobatkan Brasil sebagai negara yang layak dicontoh dalam bidang lingkungan.

Pergantian pemimpin di Brasil menyebabkan kebijakan-kebijakan lingkungan tidak sesukses masa pemerintahan Fernando Collor de Mello. Bahkan deforestasi hutan di Brasil semakin meningkat setiap tahun sampai yang tertinggi pada masa pemerintahan Jair Bolsonaro.

Image dan citra Brasil sebagai negara panutan dan contoh dalam bidang lingkungan seakan luntur pada saat Bolsonaro menjabat. Bahkan, sebelum Bolsonaro menjabat menjadi presiden, beliau menarik mundur Brasil atau menolak tawaran untuk menjadi tuan rumah Konferensi PBB mengenai perubahan iklim tahun 2019 yang pada akhirnya konferensi tersebut diadakan di Madrid, Spanyol.

Bolsonaro mulai menjabat sebagai presiden Brasil pada 1 Januari 2019. Semenjak itu, Bolsonaro telah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan lingkungan. Kebijakan-kebijakan tersebut mengarah kepada kehancuran hutan Amazon lebih lanjut.

Perubahan kebijakan lingkungan Bolsonaro yang menjadi anti lingkungan berbeda dengan presiden sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan kebijakan lingkungan di Brasil disebabkan oleh faktor idiosinkratik Bolsonaro, dimana pemimpin negara sering memaksakan kehendaknya sendiri dalam membuat kebijakan tanpa melihat dampaknya.

Bolsonaro membuat agenda anti-lingkungan tidak secara diam-diam, bahkan sebelum ia menjadi presiden, Bolsonaro sudah mengampanyekan anti-lingkungan dan mengungkapkan niatnya membuat lahan Amazon menjadi lahan profit.

Masa pemerintahan Bolsonaro menyebabkan peningkatan deforestasi yang sangat tinggi dan persetujuan untuk menggunakan lebih dari seribu pestisida berbahaya.

Dilansir dari Greenpeace, selama Bolsonaro menjabat, deforestasi hutan Amazon meningkat sebanyak 52,9% dibandingkan tiga tahun sebelumnya. Deforestasi besar-besaran yang terjadi di Brasil tidak hanya mengancam negara tersebut, tetapi seluruh dunia karena hutan di Brasil adalah salah satu paru-paru dunia.

Emisi gas rumah kaca di Brasil juga meningkat sebesar 10% karena deforestasi hutan, berdasarkan penelitian dari Carbon Brief, Brasil adalah negara sebagai penghasil emisi yang cukup tinggi karena berada di urutan ke-5 di dunia penggunaan lahan dan kehutanannya.

Kebijakan-kebijakan anti-lingkungan Bolsonaro di antaranya mengeluarkan dekrit yang mendorong pencarian emas di hutan Amazon.

Kebijakan ini menimbulkan kemarahan dari berbagai pengamat lingkungan dan masyarakat adat karena menimbulkan berbagai kerusakan dan kerugian, seperti bertambahnya aktivitas perusakan hutan secara ilegal, dan dapat menyebabkan pencemaran saluran air karena merkuri yang digunakan sebagai zat untuk memisahkan emas.

Selanjutnya adalah dengan dikeluarkannya Rancangan Undang Undang (RUU) mengenai proyek industri berskala kecil. RUU ini membuat peraturan lingkungan di sektor pertanian dan energi menjadi longgar.

Hal ini menunjukkan bahwa Brasil sedang mempercepat komersialisasi Amazon. Bolsonaro juga ingin memperbaiki jaringan jalan militer yang sudah lama tidak digunakan di Amazon, proyek ini dapat semakin merusak Amazon karena dibutuhkan pembukaan hutan yang luas.

Bolsonaro juga memberikan izin terhadap lebih dari seribu jenis pestisida berbahaya untuk memasuki Brasil. Lebih dari 1500 pestisida berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Pada tahun 2022, Brasil menyetujui RUU mengenai perdagangan pestisida agar lebih fleksibel. Hal ini dapat membahayakan lingkungan dan juga kesehatan manusia apabila mengonsumsi makanan yang terkontaminasi pestisida berbahaya.

Terakhir adalah, Bolsonaro melemahkan badan pemerintah yang memiliki tanggung jawab mengenai lingkungan dan perlindungan hutan. Bahkan Bolsonaro juga memotong dana anggaran badan-badan tersebut.

Hal ini dilakukan Bolsonaro untuk mengurangi alokasi dana kepada bidang lingkungan. Araujo sebagai Menteri Luar Negeri pada masa Bolsonaro juga telah menghilangkan Divisi Perubahan Iklim, divisi ini merupakan pelopor utama dari keberadaan Brasil dalam forum internasional dan PBB.

Berbagai kebijakan Bolsonaro menuai banyak kritik dari dunia internasional dan para aktivis lingkungan. Kebijakan yang dikeluarkan tersebut bisa dibilang anti-lingkungan dan merusak lingkungan karena semenjak Bolsonaro menjabat, persentase peningkatan deforestasi hutan melonjak tinggi.

Hal ini diperparah dengan tidak pedulinya Bolsonaro pada dampak dari kebijakan yang ia keluarkan beserta kabinetnya. Argumen yang dimilikinya adalah ia melakukan hal tersebut untuk membangun Brasil.

Dengan menjabatnya Bolsonaro, citra Brasil yang sejak awal adalah sebagai panutan dalam bidang lingkungan semakin lama semakin pudar.

*Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya