Kekhawatiran warga Korea Selatan terhadap dampak pembuangan limbah nuklir Jepang nyatanya tidak bisa ditutup-tutupi. Terlihat dari upaya warga yang berlomba-lomba membeli banyak garam.
Itu dilakukan sebelum air laut yang merupakan bahan dasar pembuatan garam benar-benar tercemar oleh limbah nuklir Jepang. Di samping itu, garam beryodium juga dipercaya dapat menangkal radiasi.
Seorang ibu dua anak berusia 38 tahun, Lee Young-min mengaku telah membeli 5 kilogram garam untuk melindungi kesehatan keluarganya.
"Saya belum pernah membeli garam sebanyak itu. Sebagai seorang ibu membesarkan dua anak, saya tidak bisa hanya duduk dan tidak melakukan apa-apa. Saya ingin memberi mereka makan dengan aman," ujarnya, seperti dimuat
Reuters pada Kamis (29/6).
Seorang lansia berusia 73 tahun bernama Kim Myung-ok mengatakan tidak dapat membeli garam di toko terdekat karena semuanya sudah terjual habis.
"Saya datang untuk membeli garam tapi tidak ada yang tersisa. Terakhir kali saya datang juga tidak ada," ujar Myung-ok.
Dia juga ikut khawatir bahwa air laut yang tercemar akan mambahayakan keselamatan keluarganya.
"Pelepasan air mengkhawatirkan. Kami sudah tua dan sudah cukup hidup tapi saya mengkhawatirkan anak-anak," ungkapnya.
Peningkatan permintaan garam di Korea Selatan telah menimbulkan kenaikan harganya hingga mencapai 27 persen sejak dua bulan lalu.
Pemerintah merespons kenaikan harga garam dengan melepaskan sekitar 50 metrik ton garam sehari dari stok, dengan diskon 2o persen dari harga pasar, hingga 11 Juli mendatang.
Jepang berencana membuang lebih dari 1 juta metrik ton air radioaktif yang diolah dari pembangkit listrik tenaga nuklir yang rusak ke laut.
Air tersebut pernah digunakan untuk mendinginkan reaktor yang rusak di pembangkit listrik Fukushima di utara Tokyo, setelah dilanda gempa bumi dan tsunami pada 2011.
Jepang berusaha meyakinkan bahwa airnya aman, karena telah disaring. Meskipun tetap mengandung jejak tritium, isotop hidrogen yang sulit dipisahkan dari air.
Tetapi rencana Jepang masih tidak dapat diterima oleh negara tetangga, mereka khawatir tentara dampaknya bagi ekosistem laut maupun kelangsungan hidup manusia.