Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-43, Johannes van den Bosch/Net
SEJARAWAN Robert Van Niel menyebut Tanam Paksa (1830-1870) sebagai eksploitasi ekonomi modern pada masanya, atau ekonomi penjajahan baru yang digunakan saat itu untuk mengganti ekonomi penghisapan ala VOC (1602-1799) yang bangkrut, antara lain karena korupsi para pejabatnya sendiri.
Tanam Paksa adalah eksploitasi brutal yang mengakibatkan petani Jawa miskin, yang menghancurkan sistem ekonomi subsistens yang sebelumnya merupakan basis ekonomi kaum tani.
Ekonomi subsistens ialah sistem ekonomi yang kegiatannya hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri dan komoditinya tidak diperdagangkan.
Akibat Tanam Paksa 70 persen petani Jawa kala itu dipekerjakan di perkebunan kolonial.
Mereka dipaksa menyerahkan sebagian tanah untuk ditanami tanaman-tanaman ekspor, dengan mengabaikan sawah dan kebutuhan pangan sehari-hari. Karena harus memenuhi target ekspor yang ditentukan pemerintah kolonial.
Kekalahan Belanda dalam Perang Jawa (1825-1830) membuat defisit kas Belanda, ditambah ongkos untuk membiayai perang melawan Belgia yang tak sedikit jumlahnya.
Itulah sebabnya Van Den Bosch didatangkan untuk mempraktekkan Tanam Paksa sebagai model ekonomi penjajahan baru.
Tokoh nasional Dr Rizal Ramli seperti dikutip
Republik Merdeka online menyimpulkan Jokowi saat ini sedang membangun ekonomi penjajahan baru yang memiskinkan rakyat.
Rizal Ramli menunjuk salah satu point pidato Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, mengenai fakta ekonomi nasional di era Jokowi.
Di situ disebutkan ternyata kini angka kemiskinan hanya turun 1,39 persen, dari tahun 2014 hingga 2022.
Padahal di saat bersamaan utang pemerintah naik pesat hingga 196 persen, yakni dari Rp 2.609 triliun menjadi Rp 7.734 triliun, atau naik Rp 5.152 triliun.
Menurutnya, rakyat pantas menggugat pemerintah mengapa penambahan utang sebesar itu tidak memberi manfaat untuk mayoritas rakyat Indonesia.
“Pidato Anthony Budiawan sangat dahsyat, faktual, dan konstitusional,” tandas Rizal Ramli melalui akun twitter-nya, Senin, 26 Juni lalu.
Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur itu menekankan, sistem ekonomi penjajahan baru yang memiskinkan rakyat dulu dilawan secara keras oleh Sukarno dan Hatta.
Di tahun 1930-an misalnya, Sukarno bahkan menulis sebuah artikel, berjudul “Orang Indonesia Cukup Nafkahnya Sebenggol Sehari?... ”, di surat kabar
Pikiran Ra’jat, yang mengecam sistem ekonomi kolonial dan mengundang reaksi para pembesar Belanda.
Sebenggol sama dengan dua setengah sen gulden sehari. Jauh dari kelayakan hidup saat itu, yang apabila digambarkan dengan kesulitan hidup rakyat di lapisan bawah saat ini sama tertekannya.
Karena itu Rizal Ramli meminta PDIP sebagai pengusung Jokowi untuk tidak tinggal diam. PDIP harus bisa kembali ke khittah perjuangan Bung Karno untuk Berdikari.
“Harusnya PDIP introspeksi, tidak mendukung rezim pro penjajahan baru. Jangan hanya sibuk dengan slogan dan romantisme doang.” tegasnya.
Penulis adalah pemerhati sejarah