Bung Karno telah menanamkan konsep pemikiran ekonomi dengan dasar gotong-royong yang berorientasi sepenuhnya pada kesejahteraan masyarakat. Namun, banyak ditemui cita-cita luhur Bung Karno tersebut belum terlaksana secara optimal. Padahal Indonesia bisa jauh lebih maju lagi dengan optimalisasi sumber daya yang dimiliki.
Hal ini disampaikan mantan Duta Besar Indonesia untuk Norwegia dan Islandia, Prof Dr Todung Mulya Lubis, dalam podcast "Bung Karno Series - Bulan Bung Karno 2023" di kanal YouTube BKN PDI Perjuangan yang dikutip Redaksi, Selasa (27/6).
Lima tahun bertugas di Norwegia, banyak hal yang ia pahami tentang negara Nordik di Semenanjung Skandinavia itu. Menurut Todung, berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, Norwegia merupakan negara yang paling demokratis. Sementara berdasarkan hasil survei lembaga Transparency International, Norwegia merupakan negara yang relatif bersih dari korupsi dengan indeks kebahagiaan paling tinggi.
“Hasil survei lembaga survei internasional ini bagus untuk kita jadikan rujukan,” kata pria yang semester depan akan mengajar mata kuliah ‘Negara Kesejahteraan’ di UGM ini. Menurut Todung, konsep negara kesejahteraan di Norwegia merupakan mimpi para proklamator Bangsa Indonesia yang perlu diwujudkan di tanah air. Hal itu karena gagasan menjadikan Indonesia sebagai negara sejahtera pernah disampaikan Bung Hatta dan Muhammad Yamin pada 1945.
"Kalau kita sudah berhasil menerapkan kesejahteraan dalam kehidupan nyata, maka tidak ada lagi kesenjangan dan kemiskinan di Indonesia," ucapnya.
Namun, lanjut Todung, hingga kini menjadikan Indonesia sebagai negara sejahtera seperti mimpi para pendiri bangsa yang belum juga terwujud.
Agar cita-cita itu tercapai, lanjut lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu, semua kebijakan perekonomian harus diarahkan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. Meski dengan jumlah penduduk 280 juta jiwa, memang tidaklah mudah mewujudkan mimpi tersebut.
"Tapi bukan berarti kita tidak mungkin, bukan berarti kita tidak bisa," tegasnya.
Dengan kekayaan alam berlimpah, jika dikelola dengan sebaik-baiknya, dapat memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
“Dalam UUD 1945 Pasal 34 mengamanatkan pemerintah untuk memberikam jaminan sosial kepada masyarakat dan UU 1999 Pasal 39 tentang negara menjamin hak rakyat,” tambahnya.
Pemilik gelar master dan doktor dari University of California di Berkeley ini melanjutkan, meskipun saat ini sudah ada sejumlah program pemerintah seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan. tapi apakah cukup terintegrasi, holistik, sistematis? Ini yang menurut Todung jadi tantangan untuk pemimpin Indonesia berikutnya.
Todung menegaskan, Bung Karno dan Bung Hatta punya kontribusi besar membangun sistematis kesejahteraan bangsa kita. Sebagai ‘solidarity makers’, Bung Karno menjadi pemersatu Indonesia sebagai negara majemuk, serta membangun ‘nation dan character building’. Sementara itu, Bung Hatta menggagas berdirinya koperasi yang membangun dan memberdayakan semua masyarakat.
“Jika ide-ide besar itu dijalankan dengan baik sejak dulu tentunya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ucap Todung.
Idealnya, kata pria yang juga pernah menempuh pendidikan hukum di Dallas dan Harvard University itu, semua masyarakat baik kaya maupun miskin menjadi tanggung jawab negara. Ia mencontohkan, di Norwegia, setiap bayi yang baru lahir baik dari keluarga kaya ataupun miskin mendapat dana dari negara.
“Mereka semua digaji oleh negara setiap bulan dan pada usia 18 tahun saat memasuki bangku kuliah dapat uang lagi dari negara,” kisahnya.
Pemberian fasilitas seperti itu, memang belum bisa dilakukan di Indonesia. Namun, amanat konstitusi mengatakan negara hanya wajib bertanggung jawab terhadap fakir miskin dan anak terlantar.
Todung mengapresiasi program pendidikan dasar dan BPJS yang telah diluncurkan oleh pemerintah untuk membantu rakyat kecil. Menurutnya, ini merupakan salah satu contoh keberhasilan pemerintah dalam dalam bidang kesehatan untuk membantu masyarakat.
“Namun, masih banyak sektor lain yang belum. Seperti pengangguran, atau disabilitas. Ini semua harus dicover oleh negara. Negara ini didirikan untuk mensejahterakan rakyatnya," tegas Todung.
Salah satu yang paling penting dalam Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, Todung mengingatkan, jika Indonesia tidak hati-hati, tidak menutup kemungkinan ekonomi negara kita akan menjadi seperti Amerika Serikat yang dikuasai ‘superheads’.
“Amerika itu dikuasai satu persen orang yang disebut superheads. Superheads ini menguasai lebih 50 persen perekonomian nasional,” papar pria kelahiran Mandailing Natal, Sumatera Utara, 73 tahun silam.
Todung pun menggarisbawahi bahwa saat ini sistem ekonomi kita belum ramah terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). UMKM tidak terlalu dimaksimalkan dan ekonomi kita justru memberikan ruang yang lebih luas kepada perusahaan-perusahaan besar. Menurutnya, kita harus menyusun sebuah strategi ekonomi yang memberikan ruang lebih luas kepada UMKM-UMKM yang ada di Indonesia.
Pengalaman membuktikan, di saat krisis, usaha kecil dan menengah inilah yang menopang negara. Sementara perusahaan besar yang tidak bangkrut akibat krisis finansial, tinggal pindah atau relokasi saja ke negara lain.
“Selama usaha kecil dan menengah itu tidak kita berdayakan, akan sangat sulit menghilangkan kesenjangan ekonomi. Padahal, saat ini digitalisasi begitu memukul dengan pengurangan tenaga kerja sangat massif,” pungkasnya.