Penumpang yang berhasil diselamatkan dari tragedi tenggelamnya kapal ikan di di lepas pantai Peloponnese, Yunani/Net
Tim penyelamat terus melakukan pencarian korban kapal nelayan yang terbalik di lepas pantai Peloponnese, Yunani.
The National melaporkan, hingga Kamis sore (15/6) jumlah korban tewas resmi adalah 78, dengan 104 telah diselamatkan dan kebanyakan dari mereka adalah laki-laki yang berasal dari Mesir, Suriah, Pakistan, Afghanistan dan Palestina.
Sementara hampir 600 orang masih dinyatakan hilang, diduga ada sekitar 100 anak di kapal nahas tersebut.
Kapal penangkap ikan, yang penuh sesak dengan jumlah penumpang mencapai 750 migran, diyakini berlayar dari Kota Tobruk Libya untuk perjalanan menuju Italia. Kapal terbalik dan tenggelam pada Rabu pagi (14/6) di perairan dalam sekitar 80 km dari kota pantai selatan Pylos.
Manolis Makaris, kepala kardiologi di Rumah Sakit Umum Kalamata, tempat para penyintas dirawat, mengatakan ada banyak keluarga penumpang yang mencari anaknya dengan mengirimkan foto-foto.
"Mereka (yang selamat) memberi tahu kami ada anak-anak di bagian bawah kapal, anak-anak dan perempuan," katanya kepada
BBC.
Insiden kapal terbalik telah menimbulkan kecaman luas atas kebijakan pushback Yunani atau kebijakan Yunani untuk penolakan migran.
Yunani, Italia, dan Spanyol, adalah tujuan utama bagi puluhan ribu orang Afrika dan Timur Tengah yang ingin mencapai Eropa.
Penyelundup semakin banyak membawa kapal yang lebih besar ke perairan internasional di lepas daratan Yunani untuk mencoba menghindari patroli penjaga pantai.
"Itu adalah sebuah tragedi," kata Makaris.
"Semua orang di Eropa tidak boleh menerima situasi ini. Kami harus melakukan sesuatu. Setiap orang harus melakukan sesuatu agar tidak terjadi lagi," katanya.
Save the Children, yang memperkirakan ada 100 anak di dalam kapal tersebut, telah mengkritik negara-negara yang menutup rute untuk migran dan mengatakan bencana tersebut harus mengirimkan peringatan kepada pemerintah Uni Eropa.
"Negara-negara anggota (Uni Eropa) telah melakukan upaya yang luar biasa untuk menutup semua rute bagi anak-anak dan keluarga mereka yang mencari suaka di Eropa," kata Daniel Gorevan, penasihat advokasi senior Save the Children.
"Seringkali satu-satunya pilihan mereka adalah melakukan perjalanan berbahaya dengan perahu," katanya.
"Fakta bahwa orang terus meninggal di Mediterania harus menjadi peringatan bagi pemerintah Uni Eropa," lanjut Gorevan, memperingatkan bahwa Mediterania akan segera menjadi rute migrasi paling mematikan di dunia.