Hakim Konstitusi, Arief Hidayat/Net
Dari 8 Hakim Konstitusi yang menghadiri Sidang Putusan gugatan sistem pemilu hari ini, Kamis (15/6), ada 1 orang hakim yang punya pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Adalah Hakim Arief Hidayat yang menyampaikan pendapat berbeda dalam Sidang Pengucapan Putusan Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022, di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis (15/6).
Menurutnya, Sistem Proporsional Terbuka seharusnya dibatasi pelaksanaannya pada Pileg 2024 saja.
"Dalam rangka menjaga agar tahapan Pemilu tahun 2024 yang sudah dimulai tidak terganggu dan untuk menyiapkan instrumen serta perangkat regulasi yang memadai," ujar Arief.
Ia pun sepakat dengan pertimbangan hukum pemohon perkara uji materiil Sistem Proporsional Terbuka, sehingga pelaksanaannya hanya berlaku pada Pileg 2024.
"Dari keseluruhan uraian pertimbangan hukum di atas, saya berpendapat bahwa permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh karenanya harus dikabulkan sebagian," sambungnya.
Arief mengurai, alasan Pemohon yang memperkuat tuntutan perubahan Sistem Proporsional Terbuka menjadi Tertutup, dilihat dari perspektif ideologis, filosofis, sosiologis, dan yuridis mengenai sistem demokrasi Indonesia.
"Yakni Demokrasi Pancasila, khususnya sila keempat yang menyatakan 'Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'," ucap Arief.
Maka dari itu, ia memandang tuntutan kader PDIP, Demas Brian Wicaksana, dan 5 orang koleganya sebagai Pemohon perkara ini, memiliki alasan hukum untuk diterima sebagian.
Sehingga dalam pernyataan pendapatnya yang berbeda, Arief mengusulkan Sistem Proporsional Terbuka cukup digunakan sampai Pileg 2024 saja.
"Maka pelaksanaan Pemilu dengan sistem proporsional terbuka terbatas dilaksanakan pada Pemilu tahun 2029," demikian Arief.