Tuntutan untuk repatriasi ke Myanmar kembali digaungkan oleh puluhan ribu pengungsi Rohingya yang saat ini berlindung di kamp Bangladesh.
Pada Kamis (8/6), para pengungsi melakukan aksi unjuk rasa agar mereka bisa segera dipulangkan ke Myanmar dan meninggalkan kamp-kamp kumuh Bangladesh yang telah ditinggali sejak melarikan diri dari penumpasan brutal militer pada tahun 2017.
Para pengungsi baik tua dan muda, melambaikan melambai-lambaikan spanduk dan meneriakkan slogan-slogan untuk pemulangan mereka.
Spanduk itu bertuliskan “Ayo kembali ke Myanmar. Jangan mencoba menghentikan repatriasi", "Tidak ada lagi kehidupan pengungsi", "Kami ingin repatriasi cepat melalui kartu data UNHCR. Kami ingin kembali ke tanah air kami".
Pemimpin komunitas Rohingya, Mohammad Jashim mengatakan sangat ingin kembali ke Myanmar, tetapi juga dengan status kewarganegaraan yang dijamin.
"Kami adalah warga negara Myanmar sejak lahir. Kami ingin pulang dengan semua hak kami, termasuk kewarganegaraan, kebebasan bergerak, mata pencaharian, keselamatan, dan keamanan," kata Jashim, seperti dimuat Arab News.
Jashim mendesak PBB untuk membantu mereka keluar dari Bangladesh dan menjamin keselamatan mereka saat kembali ke Myanmar.
"Kami ingin PBB membantu kami kembali ke tanah air kami. Kami ingin masyarakat dunia membantu kami menyelamatkan hak-hak kami di Myanmar,”
Badan pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan setiap pengungsi memiliki hak untuk kembali ke negara asalnya, tetapi repatriasi itu juga harus dilakukan dengan sukarela.
Militer Myanmar baru-baru ini menunjukkan minat untuk mengambil kembali Rohingya, yang selama bertahun-tahun dianggap sebagai penyusup asing dan ditolak kewarganegaraannya serta menjadi sasaran pelecehan.
Bangladesh yang berpenduduk padat mengatakan bahwa pemulangan para pengungsi ke Myanmar adalah satu-satunya solusi untuk krisis pengungsi di negaranya.
Terlebih kehidupan Rohingnya di kamp Bangladesh juga semakin tidak menentu setelah dana lembaga bantuan internasional dilaporkan mengering.
Program Pangan Dunia baru-baru ini memotong alokasi makanan bulanan menjadi 8 dolar AS atau Rp 118 ribu per orang dari sebelumnya 10 dolar AS atau Rp 148 ribu.