Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt Henrek Lokra/Net
Aksi pembubaran kegiatan ibadah yang terjadi di Kota Binjai, Sumatera Utara dan Kota Pekanbaru, Riau dikecam oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI).
Pembubaran ibadah di Kota Binjai dialami oleh jemaat Gereja Mawar Sharon (GMS) pada Jumat, 19 Mei 2023. Sedangkan di Pekanbaru dialami oleh jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Gihon pada 19 Mei 2023 di Kelurahan Sidomulyo Timur, Kecamatan Marpoyan Damai, Kota Pekanbaru, Riau.
PGI meminta agar pemerintah menegakkan konstitusi dalam hal menjamin kebebasan beribadah dan beragama di Indonesia. Dalam hal ini, PGI mengecam sulitnya mendapatkan izin rumah ibadah yang disinyalir kerap menjadi persoalan awal sulitnya umat Kristen mencari tempat ibadah.
“Sangat disayangkan bahwa kasus–kasus seperti ini masih terjadi setelah Presiden Jokowi secara tajam mengkritisi pelarangan pembangunan rumah ibadah, serta menegaskan bahwa konstitusi menjamin kebebasan beribadah dan beragama pada Januari 2023 lalu dalam Rakornas Kepala Daerah 2023 di Sentul, Bogor,” ucap Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pdt Henrek Lokra, melalui keterangan tertulis yang diterima
Kantor Berita RMOLSumut, Selasa (30/5).
Atas situasi ini, PGI menyebut bahwa keberadaan rumah ibadah adalah kebutuhan riil masyarakat. Sehingga Pemerintah Daerah sebagai pengayom masyarakat seharusnya dapat menjalankan fungsinya dalam membina kerukunan antarumat beragama. Salah satunya dengan memfasilitasi pendirian rumah ibadah.
PBM No. 9 dan 8 tahun 2006 Pasal 13 dan 14 mengamanatkan Kepala Daerah untuk memberikan izin sementara sebagai bentuk fasilitasi negara dalam mencari solusi pendirian rumah ibadah, sementara jemaat terus mengupayakan dukungan 90 dan 60 KTP.
PGI memprotes keras dan meminta Presiden Joko Widodo, melalui Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama RI, untuk memberikan teguran keras kepada Walikota Binjai, Walikota Pekanbaru, dan Bupati Bandung Barat, untuk mengeluarkan izin sementara sebagai bentuk fasilitasi negara berdasarkan PBM 9 & 8 tahun 2006.
Lebih lanjut PGI meminta kepada pemerintah dan aparat keamanan untuk tidak membiarkan kasus–kasus seperti ini berulang tanpa tindakan hukum yang tegas dan transparan. PGI menilai, sikap pembiaran negara akan berakibat pada pudarnya wibawa negara, berkembangnya rasa tidak percaya, serta terakumulasinya gesekan di tingkat akar rumput yang berpotensi menjadi konflik terbuka. Apalagi pada momentum memasuki tahun politik dengan politisasi identitas yang sangat rawan.
"Kepada para pelayan dan jemaat GMS Binjai, GBI Gihon Pekanbaru, dan GBI di Cilame Bandung Barat, serta umat Kristen secara menyeluruh, PGI menganjurkan untuk tetap teguh dalam iman kepada Kristus dan tetap mengikuti peraturan yang berlaku untuk izin pendirian rumah ibadah. Serta terus menjalin persaudaraan sesama anak bangsa di mana saudara berada," demikian Pdt Henrek Lokra.