Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titit Anggraini/RMOL
Penggunaan Istana Merdeka untuk tempat pertemuan Presiden Joko Widodo dengan 6 ketua umum partai politik (parpol) koalisi pemerintahan, dinilai sebagai contoh buruk yang berpotensi diikuti oleh pejabat lain hingga di tingkat terbawah.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titit Anggraini menyampaikan, Jokowi merupakan figur sentral karena pemimpin negara sekaligus pemerintahan.
"Sebagai pejabat publik kan dia contoh, figur teladan bagi pejabat publik lainnya," ujar Titi kepada wartawan, Selasa (9/5).
Menurut Titi, penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan politik praktis, jelas-jelas tidak beretika. Pasalnya, ia khawatir pada masa kampanye nanti ada kandidat yang sudah resmi menjadi peserta pemilu memanfaatkan momen seperti itu.
"Kalau itu dilakukan, misalnya politik praktis di waktu kerja yang harusnya melayani publik, bekerja untuk negara, lalu gunakan fasilitas jabatan dan pemerintah, maka dia akan juga direpitisi, diduplikasi oleh pejabat lain yang berlatar politik pada level yang lebih rendah," ucapnya.
Oleh karena itu, Titi menyayangkan sikap Jokowi di masa jelang Pilpres 2024 ini malah sibuk mengatur pekerjaan parpol, yaitu menyiapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang potensial.
"Akhirnya etika politik kita menjadi sangat buruk, apalagi indeks yang paling rendah adalah budaya politik. Ini mestinya presiden memegang teguh komitmennya untuk tidak cawe-cawe," tuturnya.
"(Komitmen) itu bukan hanya dengan pernyataan publik, tapi dengan tindakan dan perbuatan," demikian Titi menambahkan.