Munculnya desas desus Partai Golkar akan lompat pagar meninggalkan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), adalah hal wajar. Terlebih, Golkar adalah partai sarat pengalaman dan berstatus peringkat dua Pemilu 2019.
Dikatakan Peneliti Senior Institut Riset Indonesia (INSIS), Dian Permata, saat ini sudah ada Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) dan Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR), di samping KIB.
Menurut Dian, poros manapun yang dapat meminang Golkar akan mendapatkan energi terbarukan untuk memantapkan langkah di Pemilu 2024 nanti.
Dian mengakui, Golkar di setiap kontestasi Pilpres selalu memiliki daya magnet kuat. Hal itu dikarenakan Golkar mempunyai kematangan secara organisasi dan kelembagaan, baik sebagai institusi partai politik maupun kader politiknya.
"Karena kematangan itulah, Golkar selalu mendapatkan tempat. Baik di kubu lawan dan kawan," ujar Dian kepada wartawan, Kamis (30/3).
Pilpres 2019 dapat menjadi contoh. Saat itu, kata Dian, Golkar yang di Pipres 2014 menjadi kompatriot pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa, dapat dan dengan mudah diberikan karpet merah oleh pasangan Joko Widodo dan Maruf Amien.
Dian mengatakan, jika Golkar masuk ke KPP, yang beranggotakan Nasdem, Demokrat, dan PKS; maka akan lebih mudah untuk membicarakan soal
sharing power.
"Dan memungkinkan Golkar diberikan jatah Ketua DPR atau lainnya," katanya.
Sementara itu, jika Golkar gabung bersama Gerindra-PKB ke dalam KKIR, secara moril, Golkar akan memompa semangat koalisi tersebut.
"Hal ini juga memungkinkan terjadinya tiga poros, yakni poros KPP, KKIR, dan poros PDIP," tandasnya.