Presiden Rusia, Vladimir Putin/Net
Meski tak dapat diadili secara langsung, para pemimpin Rusia dapat diadili oleh Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) secara In Absentia atau tidak menghadirkan tersangka dalam persidangan.
Usulan tersebut diutarakan oleh Jaksa Agung Ukraina, Andriy Kostin, saat berkunjung ke markas besar dan bertemu dengan Jaksa Penuntut ICC di Den Haag, Belanda, pada Kamis (23/3).
Menurutnya, pengadilan terhadap pemimpin Rusia yang diduga melakukan kejahatan perang harus tetap dilakukan meskipun mereka menolak untuk hadir dalam persidangan.
"Saya percaya itu bisa (diadakan) in absentia, karena penting untuk menyampaikan masalah keadilan untuk kejahatan internasional bahkan jika pelakunya tidak hadir," tegasnya, seperti dimuat
The Jerusalem Post. Kostin juga mengatakan pihaknya sedang mengumpulkan bukti kejahatan yang paling sulit dibuktikan, yakni genosida, yang harus ditunjukkan bahwa ada niat untuk memusnahkan kelompok tertentu secara keseluruhan atau sebagian.
Ia mengungkapkan, kejahatan yang didokumentasikan sejauh ini, termasuk pembunuhan, penyiksaan, kekerasan seksual, penembakan terhadap sasaran sipil dan penahanan ilegal.
Pengadilan internasional sangat jarang mengadakan persidangan in absentia dan aturan ICC menyatakan secara khusus bahwa tersangka tersangka harus hadir selama persidangan.
Satu-satunya contoh pengadilan internasional in absentia baru-baru ini adalah dalam kasus Lebanon, di mana pengadilan yang didukung PBB menghukum tiga orang atas pembunuhan politisi Lebanon, Rafik Hariri tahun 2005.
Tahun lalu, Pengadilan Belanda juga menghukum tiga pria, dua orang Rusia dan seorang Ukraina dalam jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 pada 2014 di atas Ukraina timur, namun tidak menghadirkan tersangka di pengadilan.
Meskipun ICC dapat mengadili kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida di Ukraina, ICC tidak dapat mengadili kejahatan agresi karena kendala hukum.
Rusia menunjukkan sikap penentangan terhadap surat perintah penangkapan Presiden Vladimir Putin, di mana, Badan Investigasi Utama Moskow pada Senin (20/3) menuntut balik ICC dengan membuka kasus pidana terhadap jaksa dan hakim ICC yang mengeluarkan surat penangkapan tersebut.