Peneliti Polgov Fisipol UGM, Hasrul Hanif dalam Dialog Kebijakan EITI Indonesia secara daring/Repro
Extractives Industries Transparency Initiative (EITI) yang telah memandatkan keterbukaan dokumen kontrak dan izin di sektor industri ekstraktif diharapkan bisa menjadi ruang penting untuk membuka kotak pandora.
Dengan kata lain, informasi data sektor industri ekstraktif yang sebelumnya sangat sederhana, bisa didorong untuk lebih terpublikasi melalui EITI.
Peneliti Polgov Fisipol UGM, Hasrul Hanif mengurai sejumlah tantangan bagi EITI. Pertama, jebakan
reporting. Penyusunan data di EITI perlu memastikan pemenuhan standar pelaporan bisa dipenuhi dan dimengerti publik.
“Karena harus mengolah data kembali, memastikan data itu
appropriate. Belum lagi dia harus mengajari kolega lain dalam proses penyusunan pelaporan,†kata Hanif dalam webinar Dialog Kebijakan EITI Indonesia bertema 'Sejauh Mana Standar Transparansi EITI Telah Berjalan dan Mampukah EITI Mendukung Upaya Transisi Energi Berkeadilan?', Rabu (8/3).
Akibat dari jebakan
reporting ini, muncul tantangan kedua, yakni permasalahan teknis yang kompleks. Menurut Hasrul, ada data-data di EITI yang masih sulit dimengerti.
Apalagi, kata dia, publikasi laporan EITI tentang dampak lingkungan pada industri ekstraktif baru sampai pada dana CSR, dan informasi tentang kepatuhan pada proper atau penilaian kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan.
"Bahkan orang kampus tidak bisa membaca EITI, kecuali dia berinteraksi dengan data-data fiskal di industri ekstraktif. Menariknya, ini membuat organisasi masyarakat sipil tidak semuanya punya stamina untuk mengawal EITI,†tutupnya.