"Cinta sampai mati", istilah jadul. Setidaknya, instruktur senam di Ngawi, Jatim, Hanis Puji Lestari (35) tidak menganutnya. Dia tersangka pembunuh suami, Ahmad Romdan (45) yang sakit-sakitan dan terlilit utang. Caranya, dipalu.
Itu tragedi rumah-tangga. Romdan dan Hanis sudah 15 tahun menikah. Punya anak satu, kini pelajar SMP di Ngawi. Mereka tinggal serumah di Desa Sirigan, Kecamatan Paron, Ngawi.
Dulu, Romdan petani penggarap merangkap tukang servis barang elektronik. sejak 2018 Romdan sakit-sakitan. Tak dijelaskan sakit apa, tapi tak bisa lagi bekerja. Sementara utangnya, kata salah seorang kerabat sekitar Rp 20 juta.
Sejak itu pula Hanis jadi tulang punggung keluarga. Jadi instruktur senam. Tapi, utang tak terbayar juga.
2019 mereka pisah rumah. Belum cerai di Pengadilan Agama. Lalu rujuk lagi. Dinikahkan secara agama Islam lagi.
Jumat, 17 Februari 2023 Romdan-Haris cek-cok soal utang yang belum terbayar. Haris menuntut Romdan mencarikan uang untuk bayar utang. Tapi, tak ada jalan keluar.
Sabtu, 18 Februari 2023 sebelum Subuh, ketika Romdan tidur, Hanis mengepruk kepala Romdan dengan palu kayu, sebanyak empat kali. Romdan tewas seketika.
Kapolres Ngawi, AKBP Dwiasi Wiyatputera kepada pers, Rabu (22/2) menjelaskan kronologi kejadian berdasarkan keterangan para saksi dan tersangka, begini:
Pagi buta itu Haris setelah membunuh Romdan, menelepon kerabat Romdan, Purwanto. Mengabarkan, Romdan baru saja jatuh di kamar mandi, setelah itu tak bergerak lagi. Purwanto datang, memeriksa Romdan yang sudah tak bergerak.
Para tetangga kemudian berkerumun ke rumah itu. Kades Sirigan, Suyanto juga datang ke lokasi, melihat Romdan sudah tak bergerak. Berbaring di tempat tidur. Tubuh Romdan diamati banyak orang, tidak bergerak. Disimpulkan oarang-orang, Romdan sudah meninggal.
Di tubuh Romdan tampak belepotan darah di kepala, luka di pelipis kiri. Kata Hanis, Romdan jatuh di kamar mandi, kepalanya terbentur benda di kamar mandi.
Suyanto bertanya ke Hanis, mengapa tidak lapor polisi? Dijawab Hanis, menurut Purwanto tidak perlu. Langsung dimakamkan saja.
Purwanto menjelaskan alasan tidak perlu lapor polisi: "Nanti malah ribut. Dimuat di koran, di sosmed, memalukan. Karena, penyebabnya masalah punya utang. Juga, Romdan dan Hanis pernah pisah rumah. Nanti malah membuka aib."
Karena itu keputusan keluarga, maka Kades Suyanto setuju saja. Ia kepada wartawan mengatakan: "Saya sarankan lapor polisi, karena kematian Romdan tidak wajar. Ada luka di kepala."
Akhirnya jenazah dimandikan. Saat jenazah dimandikan, tetangga bernama Sularmi (64) melihat kondisi jenazah. Menurut hukum agama, wanita tidak boleh melihat jenazah pria saat dimandikan. Tapi Sularmi penasaran, dan melihat.
Sularmi kepada tetangga menceritakan kondisi jenazah Romdan: Ada luka di mata, lebam di bagian pelipis, dan luka benjol di leher kiri belakang. Dan, yang paling mencurigakan, ada bekas sayatan benda tajam di alis kiri. Ketika belum dimandikan, wajah Romdan belepotan darah.
Romdan tetap dimakamkan hari itu juga, di pemakaman desa setempat. Tapi gunjingan warga terus beredar. Dari mulut ke mulut. Menyebar.
Sampai, esoknya tim polisi datang ke rumah Romdan. Meminta keterangan Hanis. Meminta kronologi kejadian. Periksa jejak dan sidik jari di TKP. Pemeriksaan teliti.
Ditanya tim polisi secara detail, Hanis grogi. Tim polisi juga memeriksa kamar mandi. Bertanya titik jatuhnya Romdan sesuai cerita Hanis. Lalu, mengapa Hanis menyeret sendiri badan Romdan dari kamar mandi menuju kamar? Mengapa tidak minta bantuan anak yang pagi itu akan melaksanakan Shalat Subuh?
Polisi mengamati detil tubuh Hanis yang gempal, sebagai instruktur senam. Sedangkan, Romdan sejak 2018 sehar-hari tergeletak di tempat tidur, sakit-sakitan.
Lalu polisi menetapkan, makam Romdan harus dibongkar untuk autopsi mayat.
Senin, 20 Februari 2023 makam Romdan dibongkar. Mayatnya diotopsi di RS Bhayangkara Jatim. Hasilnya, itu akibat pembunuhan. Ada hantaman benda tumpul di pelipis kiri. Juga di leher. Akhirnya, Hanis mengakui membunuh suami dengan palu.
Polisi bekerja mencari barang bukti. Ditemukan alat bunuh, sebuah palu kayu belepotan darah kering. Ditemukan di semak dekat rumah itu. Ditemukan pula, sprei dan pakaian Hanis belepotan darah, ditanam tak jauh dari rumah.
Usai otopsi jenazah, dilakukan rekonstruksi. Untuk mencocokkan antara pengakuan Hanis dengan pelaksanaan di TKP. Ada 19 adegan rekonstruksi. Hasilnya, klop. Pengakuan dengan rekonstruksi cocok. Hanis ditetapkan tersangka, ditahan di Polres Ngawi.
Anak korban dan tersangka (tidak disebut namanya) kepada polisi mengaku, pagi itu saat ia melaksanakan wudhu, ia mendengar ayahnya ngorok keras.
AKBP Dwiasi: "Si anak lalu bertanya ke ibunya, mengapa ayah ngorok keras? Dijawab ibu, itu biasa. Bapakmu memang suka ngorok gitu. Padahal si anak pasti tahu kebiasaan bapaknya sehari-hari."
Identitas anak ini dirahasiakan, sebab ia menderita tiga kali. Pertama kehilangan ayah. Kedua kehilangan ibu yang dipenjara. Ketiga, syok, pelaku pembunuhan ibunya sendiri.
Perkara ini memprihatinkan. Bukan saja bagi masyarakat, tapi juga polisi prihatin. Kasihan melihat keluarga tersebut. Meski rasa kasihan dan prihatin tidak diucapkan.
Kelihatan dari ini: Hanis tidak dijerat pasal pembunuhan tanpa rencana, Pasal 338 KUHP, atau Pasal 340 KUHP, pembunuhan berencana. Tidak. Melainkan dikenakan Pasal 44 Ayat 1 dan 3 UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Pembunuhan model begitu juga terjadi di Inggris baru-baru ini. Dikutip dari
The Guardian, Kamis, 25 Agustus 2022, bertajuk: "
Woman, 73, jailed for killing coercive husband", istri membunuh suami, dikenakan hukuman ringan.
Kejadiannya di Newcastle, Inggris Utara. Janet Dunn (73) membunuh suami, Anthony Dunn (81) di rumah mereka. Caranya, ketika Anthony tidur, Janet meletakkan bantal di wajah suami, lalu diduduki. Tak sampai dua menit, Anthony tewas.
Dalam pemeriksaan polisi, Janet tidak berbelit. Dia langsung mengakui membunuh Anthony. Sebab, selama pernikahan 53 tahun Janet merasa tertekan. Anthony suka mengumbar emosi, mengatur, membentak, memukul Janet. Bahkan menghamburkan harta, sampai punya banyak utang.
Janet tidak melawan selama 53 tahun, karena dia mempertahankan kerukunan di depan dua puteri mereka. Kini dua puteri mereka sudah menikah dan sudah punya anak. Sedangkan, Anthony tetap bertindak kasar terhadap istri, setelah anak-anak mereka sudah berkeluarga.
Sampai ketemu hari, saat Anthony tertidur usai memukul Janet. Sebelum tidur, Anthony tersenyum ke Janet, tanda puas. Lalu Janet membunuhnya dengan bantal.
Polisi menyelidiki semua pengakuan Janet. Memeriksa banyak saksi. Terutama dua anak perempuan mereka. Hasilnya, karakter Anthony memang sesuai keterangan Janet. Akhirnya Janet diadili.
Pengacara, bahkan jaksa kasus ini sedih mengadili perkara itu.
Jaksa Peter Glenser QC di persidangan mengatakan, putri bungsu pasangan itu memberikan bukti kepada polisi, bahwa masa kecil dua anak keluarga itu tidak bahagia. Karena ayah mereka bersikap kasar, sering memukul ibu. Bahkan, menghabiskan harta penghasilan Janet di masa muda.
Hakim Paul Sloan QC berkata: “Setelah puluhan tahun kepatuhan terdakwa, akhirnya senyuman itulah yang membuat terdakwa patah kesabaran. Kemarahan dan frustrasi terdakwa yang ditekan selama bertahun-tahun, meluap. Terjadilah pembunuhan.â€
Kamis, 25 Agustus 2022 Janet divonis hukuman lima tahun penjara. Jauh lebih ringan dari rata-rata vonis untuk pembunuh di sana (walaupun masih lebih ringan Richard Eliezer, terpidana pembunuh Yosua).
Perkara itu membuat warga Inggris terharu. Banyak orang protes, mestinya Janet dibebaskan. Tapi, hukum tetap harus ditegakkan, walau esok langit akan runtuh.
'Cinta sampai mati', cuma slogan. Kata mutiara. Umumnya diucapkan orang, sebelum menjalani lika-liku dinamika cinta. Tapi setelah mengalami guncangan cinta yang membuncah, kesabaran orang diuji.
Hanis dan Janet tidak kuat mempertahankan kesabaran. Kata mutiaranya berubah jadi: "Aku cinta, kamu mati."
Penulis adalah Wartawan Senior