Ilustrasi Alun-alun Blora/Net
Blora...
Ia cinta tidak bertepi
Tanpa noda menandai anak yang bersembah bakti pada orang tua
Penanda bagi anak petani yang berlari girang melihat sang ibu datang membawa bungkus makanan
Harum nasi panas mengebul berbaur satu dengan sambal seadanya
Teman makan belut goreng di piring seng
Bakti anak pada jerih sang ayah
Ia berteriak, "Ibu datang...'
Sang suami bersuka cita berjalan penuh cinta ke arah anak yang kegirangan
Dan ibu yang menyediakan hidangan
Siang pun mulai beranjak jelang senja
Saat lahap bersantap selesai
Bergegas mereka beranjak pulang
Gelegar senja menumpuk cinta pada sepasang kekasih
Yang bermesra di balik pedar jingga selasih
Menunggu mentari pulang ke peraduan
Berjalan bergandengan tangan serasa letih tak usai di jelajah pematang sawah
Hampir sang gadis tergelincir
Namun dengan sigap sang arjuna memegang lengan yang mungil
Kerling mata, meski malu-malu menunjukkan terima kasih pada si cinta
Blora berhari, Blora yang terik mentari
Jati bertebaran, kadang lurus, kadang bengkok pohonnya
Jati penanda hidup,
Penanda cinta pada alam yang tidak pernah redup
Kadang jati membawa makna, pernah pula jadi petaka
Tapi jejak perjuangan petani yang tak pernah mati
Membuat denyut nurani tak pernah berhenti
Di Blora ada Pramoedya Ananta Toer
Dengan tetraloginya sang piawai pandai bertutur
Di Blora ada balur dan bilur hutan, sawah, tanah
Merenda cerita yang tak pernah padam
Cerita dari mereka yang dirangsak untuk perunduk kuasa
Pernah mereka bersengketa untuk sesuatu yang dipandang berharga
Masihkah ada pertarungan untuk hidup
atau ia telah redup?
Masihkah kerap ada saling silang mendebatkan siapa yang paling gemilang?
Ah Blora
Jejak kaki terus melangkah pasti
Berhari bertemu pesanggem dan petani
Tidak mudah dijalani
jika tanpa cinta
membuat nurani makin berhati
Pada jiwa berjuang yang tak pernah mati
Ah, Blora dan cinta
Di sanalah mereka selalu menyapa setia.
Blora, 19 Februari 2023.