Unjuk rasa JMHI di depan gedung Mahkamah Agung, Kams (19/1)/Ist
. Penetapan tersangka kepada dua Hakim Agung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuat Ketua Mahkamah Agung (MA), M Syarifuddin, ikut jadi sorotan. Ia diminta untuk tegas dalam menjaga marwah lembaganya.
Koordinator Aksi Jaringan Mahasiswa Hukum Indonesia (JMHI), Wiranto E Bulan mengatakan, Ketua MA seharusnya dapat menjaga marwah lembaganya. Pasalnya, Syarifuddin dianggap tidak bisa berbuat banyak atas upaya penangkapan dua Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) dan Gazalba Saleh (GS) oleh KPK.
Apalagi, Ketua MA memiliki dasar hukum yang kuat sebagaimana UU MA bahwa penangkapan dan penahan Hakim Agung harus berdasarkan izin dari presiden dan Jaksa Agung.
"Mahkamah Agung merupakan benteng terakhir bagi para pencari keadilan di Indonesia. Sehingga sangat beralasan untuk dijaga marwah dan martabatnya," ujar Wiranto saat menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung MA, Jakarta, Kamis (19/1).
Wiranto menilai, penangkapan dan penahanan yang dilakukan oleh KPK terhadap dua Hakim Agung telah merobohkan benteng terakhir bagi para pencari keadilan. Namun demikian, Wiranto menekankan bahwa dirinya tidak mendukung upaya gelap kedua Hakim yang ditangkap oleh KPK.
"Sebab upaya membersihkan praktik jual beli perkara dan mafia hukum sejatinya dilakukan secara bermartabat, elegan, dan manusiawi," katanya.
Dengan demikian, Wiranto meminta agar dilakukan pola perbaikan penanganan perkara di MA. Dimulai dari proses rekruitmen Hakim Agung yang lebih transparan dengan memperhatikan rekam jejak.
"Jika pimpinan MA tidak mampu mengatasi permasalahan di internal MA maka sebaiknya secara legowo untuk mengundurkan diri," tegasnya.
Dalam aksi ini, JMHI menyampaikan tiga tuntutan. Yaitu mendesak Ketua MA untuk berani dan tegas dalam melindungi institusi sebagai lembaga peradilan tertinggi dan benteng terakhir peradilan, Ketua MA lebih baik mundur dari jabatannya apabila tidak mampu melindungi institusi MA, dan MA ditegaskan bukan milik pribadi atau golongan tertentu, akan tetapi MA adalah milik masyarakat.