Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri/Net
PERNYATAAN tegas telah disampaikan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri di hadapan Presiden Joko Widodo yang merupakan petugas partainya. Disaksikan ribuan kader inti PDIP, Megawati secara tegas menyatakan penolakan pada wacana presiden 3 periode. Putri Bung Karno tersebut seolah ingin menegaskan posisinya patuh pada konstitusi negeri ini.
“Kalau sudah dua kali, ya maaf, ya dua kali," kata saat memberi sambutan di acara HUT ke-50 PDI Perjuangan di JiExpo Kemayoran, Jakarta, Selasa (10/1).
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden selama ini kerap didengungkan oleh lingkaran istana, mulai dari menteri hingga pimpinan partai pendukung Presiden Joko Widodo. Wacana itu tetap didengungkan sekalipun Presiden Jokowi sudah mengatakan bahwa yang ingin memperpanjang jabatan presiden adalah orang yang ingin menampar mukanya. Atas dasar tersebut, tidak jarang publik yang berpikir bahwa Jokowi memang sebenarnya menghendaki perpanjangan masa jabatan.
Kini, Megawati sebagai tokoh utama pengusung Jokowi telah tegas meminta untuk tidak ada penundaan pemilu. Jokowi diminta untuk mencukupkan diri sebagai presiden setelah periode keduanya habis. Kata Megawati, kalau jadwal pemilu sudah diputuskan, maka semua harus menjalankan bersama. Semua itu demi keinginan bersama agar republik tetap utuh.
Karakter JokowiPresiden Joko Widodo sebagai kader PDIP tentu akan tegak lurus pada perintah atasannya itu. Apalagi, mantan walikota Solo tersebut sudah pernah menyatakan bahwa mereka yang mengusung perpanjangan jabatan presiden adalah orang-orang yang ingin menampar muka, mencari muka, dan menjerumuskan dirinya. Jokowi mustahil mbalelo, mengingat saat pencalonannya menjadi presiden, Jokowi kerap mencium tangan Megawati yang bisa dibaca sebagai tanda ikrar setia.
Begitu seharusnya. Tapi jika kita memutar kembali pernyataan politikus senior PDIP Panda Nababan dalam acara ILC yang dipandu Karni Ilyas, maka keraguan Jokowi akan ikuti perintah Megawati akan muncul. Dalam talkshow itu, Panda Nababan mengurai cerita soal sikap Presiden Jokowi terkait pencopotan Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI.
Awal kisah dimulai saat Jokowi hadir dalam perayaan HUT TNI tahun 2017 di Cilegon. Presiden Jokowi terpaksa harus berjalan kaki sejauh 2 kilometer menuju lokasi acara karena kepadatan arus lalu lintas di sekitar lokasi. Selain itu juga karena tidak ada penyambutan khusus agar akses presiden bisa lancar. Jokowi, dalam cerita Panda, seolah menandai perlakuan Gatot Nurmantyo tersebut.
Diam-diam Jokowi membalas saat acara pernikahan Kahiyang Ayu di Solo. Gatot diperlakukan sebagai warga biasa dan tidak ada keistimewaan didapat. Berbeda dengan para koleganya yang mendapat peran khusus sebagai tuan rumah dan memakai bunga merah di pakaian mereka. Gatot bahkan terpaksa harus antre dan berdesak-desakan seperti tamu biasa untuk bisa menyalami Jokowi. Puncaknya, kata Panda, 5 bulan setelah peristiwa itu, Gatot dicopot sebagai panglima oleh Jokowi.
Kisah ini seolah ingin memberi gambaran bahwa Jokowi merupakan seorang pendendam dan dendam tersebut hanya tinggal menunggu waktu untuk dieksekusi.
Sementara di mata tokoh senior DR. Rizal Ramli, Jokowi adalah orang yang biasa melancarkan jurus “nabok nyilih tanganâ€. Modusnya, Jokowi akan pura-pura tidak beraksi atas apa yang menimpanya. Tapi diam-diap dia menyiapkan “orang†untuk bisa menggebuk orang yang bertentangan dengannya.
RR, sapaan akrab Rizal Ramli, mencontohkan apa yang terjadi di Jakarta. Di mana Jokowi menggunakan mantan ajudan terpercayanya untuk “merusak†apa yang sudah dilakukan Anies Baswedan saat jadi gubernur.
Akankah Jokowi Ikuti Perintah Megawati?Ekspresi wajah Jokowi selama mendengarkan pidato Megawati tampak tidak nyaman. Hal tersebut terlihat dari senyum yang tidak lepas dari Jokowi saat Megawati melempar candaan, khususnya candaan yang menyerempet namanya. Terlebih, candaan Megawati mendapat tepukan dari kader-kader inti PDIP.
Jika benar Jokowi tidak nyaman dengan apa yang disampaikan Megawati, maka bukan tidak mungkin sejumlah strategi akan disiapkan. Bagaimanapun Jokowi saat ini adalah seorang presiden, yang perlu dihormati oleh siapapun termasuk ketua umum partai politik. Jokowi juga memiliki perangkat lengkap untuk bisa “membalas dendam†jika merasa dipermalukan dalam acara HUT tersebut.
Apalagi, Megawati sempat bilang bahwa nasib Jokowi kasihan jika tanpa PDIP. Bagi seorang yang berasal dari Jawa, tentu Jokowi tidak akan terima dengan kalimat yang disampaikan di hadapan ribuan orang tersebut. Seolah, seorang Jokowi tidak bisa berdiri sendiri dan sangat tergantung pada pihak lain.
Jokowi pasti akan melakukan pembuktian bahwa dia berada di atas segalanya. Mungkin bukan denghan menambah jabatan sebagai presiden. Tapi bisa saja dia berkeinginan menjadi kingmaker Pilpres 2024 menyaingi Megawati. Jokowi diyakini akan mendorong calon yang dikehendaki untuk bisa berlaga dan menang. Adapun nama yang dikait-kaitkan dengan Jokowi saat ini adalah Ganjar Pranowo.
Bisa saja Jokowi menggalang koalisi besar bersama para ketum partai yang menjadi anak buahnya di kabinet untuk melancarkan pencalonan Ganjar. Sementara Megawati yang belum bersikap soal capres akan kelimpungan. Megawati pada akhirnya akan mengakui bahwa Jokowi lebih hebat darinya dengan ikut mendukung calon yang kehendaki Jokowi. Hak prerogatif sebagai ketum PDIP pun hanya akan digunakan untuk mengamini calon pilihan Jokowi.