Cadangan devisa Bank Negara Pakistan anjlok ke level terendahnya dalam delapan tahun terakhir di penghujung tahun 2022, dan diperkirakan akan terus turun pada kuartal pertama tahun 2023.
Seperti dimuat Dawn pada Minggu (30/12), cadangan devisa Pakistan telah tercatat mengalami anjlokan terbesarnya sekitar 294 juta dolar AS (Rp 4,5 triliun). Kini Pakistan dikabarkan hanya memiliki cadangan devisa sebesar 5,8 miliar dolar AS (Rp 90 triliun) yang mereka punya.
Kemerosotan ini telah memicu banyak kekhawatiran karena akan menimbulkan masalah baru dalam pembayaran kembali utang luar negeri Islamabad yang sangat besar. Beberapa analis dan ahli pun percaya bahwa negara tersebut akan memasuki kondisi hampir gagal bayar, karena keadaan ekonominya yang suram.
Sementara itu, dalam menanggapi hal tersebut, Menteri Keuangan Pakistan Ishaq Dar telah membantah dan menegaskan bahwa negaranya tidak akan mengalami gagal bayar atau default.
Meskipun kenyataan di lapangan berbanding terbalik, dan hampir tidak ada pernyataan yang mendukung pernyataan Ishaq.
Semenjak pergantian pemerintahan Islamabad pada 2022 kemarin, cadangan devisa Pakistan tercatat terus menurun hingga penghujung tahun, dengan arus masuk keuangan yang terlalu sedikit untuk dapat membayar utang luar negerinya yang besar selama periode itu.
Ketika kepemimpinan baru berganti dari Imran Khan, Pakistan mengantongi cadangan devisa sebesar 10,5 miliar dolar AS, dan kini cadangan tersebut telah anjlok sekitar 50 persen pada awal tahun ini.
Ketakutan akan gagal bayar yang diprediksi akan dialami Pakistan juga dikuatkan dari ketidakstabilan nilai tukar mata uang asing, yang telah menggerus nilai mata uang lokal, khususnya dollar AS.
Pada April lalu, satu dolar AS mendapatkan nilai tukar sebesar 180 Rs (Rp 33 ribu) di Pakistan, namun kini nilai tersebut telah mencapai 226 Rs (Rp 42 ribu) untuk hanya satu dollar yang pasar antar bank terima.
Lebih buruk lagi ketika pasar abu-abu ilegal mulai muncul di negaranya, yang menawarkan satu dolar AS untuk 260-270 Rs. Perbedaan tarif yang signifikan ini pun sudah mulai mempengaruhi pengiriman uang yang datang melalui saluran perbankan resmi dengan arus masuk yang menunjukkan tren penurunan.
Menurut seorang bankir, nilai tukar yang lebih rendah di Bank Negara telah memicu pengalihan ke pasar abu-abu ilegal. Sehingga pengiriman uang di Pakistan akan kehilangan pengirimannya sebesar 300 juta dolar dalam sebulan.
Pertumbuhan ekonomi yang semakin buruk ini juga telah memangkas investasi asing langsung di negara tersebut, yang membuat semua pemangku kepentingan merasa khawatir atas cadangan devisa negaranya yang rendah.
Mereka mendesak menteri keuangan untuk mengumumkan bahwa dia telah mengatur pembayaran untuk pelunasan utang, agar investasi tidak takut untuk masuk ke negaranya.
Sementara itu, baik China maupun Arab Saudi sejauh ini belum mengumumkan bahwa mereka akan membantu menyelamatkan Pakistan dari keadaan gagal bayarnya.