Berita

Moch Eksan/RMOL

Publika

Wajah Ganjar di Banjir Semarang

OLEH: MOCH EKSAN*
SENIN, 02 JANUARI 2023 | 18:09 WIB

STASIUN Semarang Tawang merupakan kawasan langganan banjir. Akibat curah hujan yang besar dan rob biasanya, Polder Tawang meluber ke jalan yang menganggu transportasi dan mobilisasi massa disana.

Padahal, stasiun yang dibuka sejak 1 Juni 1914 ini merupakan stasiun utama di Jawa Tengah yang menjadi tempat naik turunnya penumpang kereta di jalur utara Jawa pulau Jawa. Ini stasiun kelas A di bawah PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi IV Semarang.

Di musim lebaran, stasiun yang dibangun oleh Pemerintahan Hindia Belanda dengan arsitek bernama Ir. L.C.L.W. Sloth-Blaauboer ini, melayani para pemudik di atas angka 450 ribu lebih, dan di musim liburan tahun baru dengan jumlah penumpang sebanyak 30 ribu lebih.

Banjir Semarang di akhir 2022 dan awal tahun 2023 ini, telah mengganggu  beberapa jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api. 12 jadwal perjalanan kereta api yang mengalami keterlambatan. Dan 2 jadwal perjalanan yang dibatalkan. Banjir telah merampas kenyamanan perjalanan para pelanggannya.

Saya termasuk pelanggan setia Stasiun Semarang Tawang ini. Saya baru saja pulang pergi sewaktu perjalanan ke Brebes seminggu lalu. Saya sering menyaksikan banjir semisal pada masa lalu tatkala masih aktif kunker ke DPRD Propinsi Jawa Tengah. Ironis, musibah banjir seakan tanpa solusi yang memadai untuk mengakhirinya.

Ganjar Pranowo seperti kehilangan akal untuk menaklukan banjir Semarang. Ia memilih menyalahkan cuaca ekstrim dengan curah hujan yang sangat tinggi dan  mengandalkan pompa air untuk mengurangi genangan banjir.

Teranyar, Ganjar meminta pada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)  untuk melakukan rekayasa cuaca di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jateng. Sebab, cuaca buruk yang berlangsung semenjak Jumat diperkirakan akan sampai tanggal 3 Januari 2023.

Permintaan Ganjar langsung dipenuhi oleh Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati. Sejak pagi sampai jam 18.00 WIB Minggu, 1 Januari 2023, BMKG melakukan rekayasa cuaca di Pantura Jateng. Ini untuk mengurangi curah hujan dan banjir yang telah menenggelamkan 30 titik dengan ketinggian air yang bervariasi antara 20 sampai 70 cm.

Rekayasa cuaca adalah usaha tehnologis manusia untuk mempengaruhi sistem awan agar dapat dikondisikan sesuai dengan kebutuhan manusia. Pengalaman Jakarta pada 2014, rekayasa cuaca menghabiskan anggaran sampai 28 miliar yang bersumber dari APBD DKI Jakarta dan BNPB. Hasilnya bisa mengurangi kelebatan hujan sampai 30 persen.

Biaya sebesar di atas dirinci 61 persen untuk biaya operasional pesawat, 27 persen untuk pengadaan bahan baku natrium klorida, 6 persen untuk gaji, 4 persen untuk jasa sewa dan 2 persen untuk penyemaian di darat.

Biaya per jam rekayasa cuaca dengan pesawat Hercules menghabiskan dana tak kurang dari Rp 40 juta untuk bahan bakar avtur dan US$ 4.000 untuk perawatan. Biaya sebesar itu hanya operasional. Ditambah dengan biaya bahan, gaji, sewa dan lain sebagainya. Wajar, bila modifikasi cuaca menghabiskan miliaran rupiah untuk sekadar menurunkan intensitas hujan untuk mengurangi potensi dan luasan areal banjir.

Jadi, banjir di sekitar kawasan Stasiun Semarang Tawang khususnya dan Kota Semarang umumnya, tak lepas dari posisi wilayah tersebut yang hanya 2 m di atas permukaan laut. Semarang itu sendiri adalah kota pelabuhan yang berdiri sejak 2 Mei 1547.

Keberadaan Polder Tawang, satu sisi untuk menampung air hujan dan rob untuk disalurkan ke laut, sisi lain menyebabkan air meluber ke jalan dan areal stasiun. Polder seluas 1 hektar tersebut berbentuk kolam raksasa yang semakin hari semakin tak muat. Mengingat intensitas hujan yang semakin besar dan peningkatan air permukaan laut akibat perubahan iklim yang melanda dunia.

Dengan demikian, peninjauan Ganjar ke lokasi banjir di Stasiun Semarang Tawang sekadar setor wajah yang tak mengubah apa-apa dalam jangka waktu panjang. Wajah seorang gubernur yang letih lantaran gagal cara menanggulangi kasus Banjir Semarang selama 10 tahun terakhir.

*Penulis adalah Pendiri Eksan Institute

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya