Berita

Track sepeda di Jakarta/Net

Publika

Cerita di Balik Kebijakan Heru Budi Hartono Hapuskan Track Sepeda di Jakarta

OLEH: ACHMAD NUR HIDAYAT*
KAMIS, 17 NOVEMBER 2022 | 22:37 WIB

Plt Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono saat ini kembali menuai kontroversi. Yang terbaru adalah mengusulkan kepada DPRD DKI untuk memangkas anggaran jalur sepeda yang dibutuhkan untuk menjamin keselamatan para pengguna sepeda berkendara.

Pengguna sepeda adalah mereka warga jakarta yang sangat peduli lingkungan dan sangat rasional karena mereka tidak mau menambah kemacetan di Ibukota.

Mereka ini perlu mendapatkan dukungan pemerintah dan juga perlu diberikan jaminan keselamatan agar tidak mengalami kecelakan di tabrak pengguna kendaraan bermotor lainnya.

Heru berinisiatif untuk memangkas anggaran untuk pengguna sepeda seolah-olah Heru ini tidak memahami track sepeda dibutuhkan warga dan track sepeda ada diseluruh kota besar di dunia sebagai simbol kota tersebut ramah lingkungan dan berkeadilan.

Heru seolah tidak peduli menjadikan Ibukota Jakarta, kota yang nyaman untuk semua pengguna jalan. Heru berfikir sempit dan hanya fokus kepada kaum elit kota Jakarta pemilik mobil mewah.

Langkah Heru tersebut bukan cerminan Plt Gubernur yang baik karena sangat tidak partisipatif dan tidak memiliki kewenangan membuat kebijakan-kebijakan baru yang merugikan publik jakarta.

Heru tidak mempunyai legitimasi secara demokratis. Tidak punya janji kampanye dan diskursus publik untuk setiap kebijakan yang dibuatnya. Ini sangat bertentangan dengan etika demokrasi.

Publik bisa melihat kebijakan-kebijakan yang diambil yang bertolak-belakang dengan kebijakan gubernur sebelumnya.

Heru mengusulkan pemangkasan anggaran untuk jalur sepeda semula dianggarkan dalam RAPBD 2023 sebesar Rp 38 miliar kemudian kami usulkan untuk dinolkan.

Sementara data Dishub DKI pada 2005 menunjukkan hanya 47 orang yang menggunakan sepeda per hari. Namun jumlahnya melonjak hingga 3.000 orang per hari setelah ada jalur sepeda. Pada Agustus 2022, jumlah pesepeda mencapai 4.000 orang per hari.

Jika melihat frame besarnya sebetulnya banyak kemanfaatan yang bisa dicapai dari pembuatan jalur ini, pertama transformasi jalan yang mendukung pejalan kaki dan sepeda maka akan sangat mengurangi polusi udara akibat emisi karbon yang berasal dari kendaraan, manfaat besar yang kedua adalah merubah habit yang lebih sehat bagi masyarakat melalui bersepeda, ini tentunya hal yang penting.

Sebuah kekonyolan RAPBD jalur sepeda ini diganti dengan pembuatan tempat parkir di Glodok sebesar Rp. 55,6 milyar. Ini sangat bertolak belakang dengan tujuan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi untuk mengurai kemacetan malah penggunaan kendaraan pribadi ini semakin difasilitasi.

Merubah perilaku masyarakat dari berkendaraan pribadi menjadi kendaraan publik sudah terlihat keberhasilannya dengan semakin murah dan nyamannya penggunaan transportasi publik. Dan transformasi ini masih membutuhkan waktu yang panjang sehingga penggunaan kendaraan pribadi yang beresiko macet semakin minim.

Pembuatan jalur sepeda tersebut dianggap pemborosan sementara dianggarkan untuk pemberian 7 item hibah baru di Dishub DKI senilai Rp 409 miliar. Dana itu rencananya dipakai untuk pengadaan kendaraan dinas operasional atau lapangan polisi dan TNI yang semestinya diajukan sendiri oleh masing-masing institusi tersebut dikoridornya.

Sementara anggaran PSO Transjakarta yang semula diusulkan Rp 4,24 triliun turun menjadi Rp 3,5 triliun.

Belum lagi mengembalikan program naturalisasi sungai yang memperlambat aliran sungai dan menambah daya resap air menjadi normalisasi sungai yang justru mempercepat dan mengurangi penyerapan air sungai sehingga akan meningkatkan resiko banjir.

Pergantian-pergantian program dan anggaran ini justru akan mengembalikan DKI Jakarta kemasa lalu. Keberhasilan yang sudah diraih menjadi rusak.

Efek rusak Heru Budi Hartono di Jakarta kelihatannya berpotensi membesar. Sepertinya tidak ada yang dapat menghentikan langkah Heru Budi Hartono selain protes massal warga jakarta.

Heru melakukan otak-atik anggaran APBN sedemikian nekat karena merasa mendapatkan dukungan penuh dari Presiden Jokowi, Menteri Dalam Negeri, Tito Karnivian dan elit partai berkuasa yang menguasai  DPRD DKI Jakarta.

Kebijakan-kebijakan yang bertolakbelakang dengan kebijakan Gubernur sebelumnya ini mengesankan Heru Budi Hartono memiliki motif menghilangkan jejak keberhasilan gubernur sebelumnya yang diakui dunia. Ini sangat kental bernuansa politis ketimbang kemaslahatan masyarakat. Duh!

*Penulis adalah Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik Narasi Institute


Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya