Berita

Ilustrasi/Net

Politik

Diresmikan di G20, Walhi Ingatkan Aliansi Hutan Indonesia, Kongo dan Brazil Jangan Jadi Bisnis Iklim

RABU, 16 NOVEMBER 2022 | 21:19 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Kemitraan pelestarian hutan Indonesia antara 3 negara yang di antaranya Indonesia, Kongo dan Brazil yang diresmikan dan diluncurkan jelang pelaksanaan KTT G20 di Bali pada Senin (14/11), menuai kritik.

Kritik tersebut disampaikan Pengkampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Uli Arta Siagian, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (16/11).

Uli mengatakan, kemitraan yang dibentuk ketiga negara tersebut seharusnya mengajukan solusi yang berbeda dari apa yang dibicarakan di perundingan iklim COP 27 di Sharm el-Sheikh, Mesir.

"Yaitu meletakkan pengakuan dan pelindungan hak rakyat atas hutan dan pertanggungjawaban mutlak negara maju atas loss and damage," ujar Uli.

"Serta, mengurangi konsumsi mereka atas industri berbasis ekstraktif sebagai jalan mitigasi perubahan iklim," sambungnya.

Karena tidak mengajukan rekomendasi-rekomendasi tersebut, Uli melihat Aliansi Perlindungan Hutan yang dibangun ketiga negara ini justru bakal melindungi pembisnis yang bakal merusak hutan.

"Kritik pertama Walhi adalah pada cara berfikir pengurus ketiga negara ini yang terus mengkomodifikasi hutan," imbuhnya menegaskan.

Sebagai contoh, Uli melihat aliansi tiga negara yang disebut-sebut sebagai OPEC Hutan ini berpotensi akan diarahkan untuk dapat mengontrol dan mengatur harga karbon di pasar karbon dunia.

"Maka tidak berlebihan jika OPEC Hutan disebut sebagai proposal yang dipersiapkan pengurus ketiga negara ini untuk menyambut hasil perundingan mengenai pengaturan perdagangan karbon (article 6) di COP 27," urainya.

Lebih dari itu, Uli menilai skema offset yang dianggap sebagai penyeimbang karbon menjadi roh dari proposal ini.

Skema offset merupakan izin yang diberikan untuk tetap mencemari, merusak dan melepas emisi dengan menjaga stok karbon ditempat lain.

"Penyeimbangan karbon ini akan terus memperpanjang usia industri berbahan bakar fosil secara khusus dan industri ekstraktif lainnya secara umum," demikian Uli menambahkan.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

UPDATE

2.700 Calon Jemaah Haji Jember Mulai Berangkat 20 Mei 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:49

Bertahun Tertunda, Starliner Boeing Akhirnya Siap Untuk Misi Awak Pertama

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:39

Pidato di OECD, Airlangga: Indonesia Punya Leadership di ASEAN dan G20

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:27

Jokowi: Pabrik Baterai Listrik Pertama di RI akan Beroperasi Bulan Depan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 13:09

Keputusan PDIP Koalisi atau Oposisi Tergantung Megawati

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:49

Sri Mulyani Jamin Sistem Keuangan Indonesia Tetap Stabil di Tengah Konflik Geopolitik Global

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:40

PKB Lagi Proses Masuk Koalisi Prabowo-Gibran

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:26

Menko Airlangga Bahas 3 Isu saat Wakili Indonesia Bicara di OECD

Sabtu, 04 Mei 2024 | 12:11

LPS: Orang yang Punya Tabungan di Atas Rp5 Miliar Meningkat 9,14 Persen pada Maret 2024

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:58

PKS Sulit Gabung Prabowo-Gibran kalau Ngarep Kursi Menteri

Sabtu, 04 Mei 2024 | 11:51

Selengkapnya