Juru bicara pemerintah Iran, Ali Bahadori Jahromi/Net
Sanksi AS terhadap Iran berperan dalam kematian ratusan pasien talasemia selame empat tahun terakhir.
Juru bicara pemerintah Iran, Ali Bahadori Jahromi, mengatakan sebanyak 480 pasien thalasemia telah meninggal di Iran selama empat tahun terakhir karena sanksi AS yang menghambat impor obat-obatan Iran untuk penyakit langka.
Ia juga meramalkan, hingga 2023 mendatang, kemungkinan akan menyusul sekitar 220 pasien lagi yang meninggal jika sanksi masih terus diterapkan.
“Tujuh puluh pasien thalassemia meninggal pada tahun 2018, 90 pada 2019, 140 pada 2020 dan 180 meninggal tahun lalu karena sanksi AS. Menurut proyeksi tahun ini, 220 pasien akan menjadi korban sanksi kejam AS. Pasien EB (epidermolysis bullosa) dan semua pasien dengan penyakit langka dan refrakter, sangat membutuhkan produk obat khusus,†katanya dalam sebuah tweet berbahasa Persia pada Minggu Senin (19/10), seperti dikutip dari
Fars News. Di bawah pemerintahan presiden Donald Trump, Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari Rencana Aksi Komprehensif Gabungan (JCPOA), perjanjian nuklir 2015 dengan Iran. Sejak itu, AS meluncurkan sanksinya.
Kemudoan pada Mei 2018, AS kembali menjatuhkan sanksi yang lebih keras yang disebut "tekanan maksimum."
Jahromi mengatakan, Barat berupaya membalas dendam pada Teheran dengan terus menerus melancarkan sanksi dan kampanye genosida terhadap warga Iran.
Sanksi telah menyerang beberapa aspek kehidupan Iran selama lima tahun terakhir, dari ekonomi hingga sistem kesehatan dan medis.
Meskipun AS mengklaim bahwa barang-barang kemanusiaan, termasuk obat-obatan dan bahan makanan, tidak termasuk dalam daftar sanksi, embargonya terhadap ekspor minyak Iran dan sektor perbankan, dalam praktiknya, mencegah negara itu mengimpor barang-barang tersebut.
Lebih dari selusin pasien EB di Iran dilaporkan meninggal karena penyakit tersebut, karena tidak adanya pasokan medis yang dibutuhkan sementara yang lain menderita luka fisik yang parah, termasuk amputasi.
Kekurangan obat dan perbekalan kesehatan di Iran disebabkan perusahaan farmasi takut terimbas oleh sanksi AS dan ketidakmungkinan pertukaran keuangan.
Senada dengan Jahromi, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, , juga mengecam sanksi AS terhadap Republik Islam.
Seluruh rakyat Iran, tanpa perbedaan dan diskriminasi, telah berjuang selama bertahun-tahun dengan sanksi brutal Amerika Serikat, yang telah menargetkan mata pencaharian, pekerjaan, kesehatan, dan kehidupan normal mereka, katanya.
“Bahkan anak-anak EB tidak dibebaskan dari sanksi AS yang sepihak, ilegal, dan kejam. Sanksi adalah tulang punggung hak asasi manusia Amerika,†kecam Kanaani.