Berita

Haruna Soemitro/Net

Publika

Gas Air Mata dan Air Mata Nasional

OLEH: HARUNA SOEMITRO
SENIN, 03 OKTOBER 2022 | 20:09 WIB

COBALAH semua mulai berfikir jernih meratapi tragedi kemanusiaan sepak bola di Kanjuruhan Malang.

Bahwa panpel salah ya, karena penonton yang masuk stadion melebihi kapasitasnya.

Bahwa LIB dan PSSI salah ya, karena "memaksakan" pertandingan super derby panas dilaksanakan malam demi "melayani" TV partner yang mengejar rating sebagai mahadewa dunia per-televisian.


Terhadap "kesalahan" tersebut sudah cukup impaskah dihukum dengan desakan mundur para pemangku kepentingan itu?

Cukup impaskah kematian ratusan orang tidak berdosa itu ditukar dengan sikap mundur seluruh pengurus PSSI? Menurut saya tidak, karena sekali lagi ini tragedi kemanusiaan yang disengaja "membunuh" ratusan orang tidak berdosa tadi dengan alat  gas air mata.

Coba bandingkan dengan kejadian yang hampir serupa saat para Bonek marah karena timnya Persebaya kalah vs Rans United di Sidoarjo beberapa waktu yang lalu.

Kronologis dan trigernya sama. Sama-sama tim kebanggaannya kalah, supporternya marah, masuk ke lapangan, rusuh dengan merusak seluruh properti stadion. Tapi tidak ada tindakan aparat yang "berlebihan" membantai perusuh dengan anarkis, apalagi dengan tembakan mematikan gas air mata.

Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu, kerugian materiil mudah dihitung dengan kalkulator.

Kejadian yang hampir mirip terjadi hampir 6 bulan yang lalu saat kematian 2 Bobotoh dalam pertandingan derby Persib vs Persebaya, dalam handlingnya mengatasi "kerusuhan" tidak memakai senjata gas air mata, meskipun tetap memakan korban 2 Bobotoh merenggang nyawa.

Dari dua fakta itu jelas, andai tidak ada senjata mematikan gas air mata, hampir dipastikan tidak akan terjadi tragedi kemanusiaan itu.

Sehingga terlalu kecil mendorong dorong bahkan "memaksa" para pemangku kepentingan di sepak bola Indonesia, dalam hal ini pengurus PSSI untuk bertanggung jawab dengan mundur.

Tragedi kemanusiaan yang boleh disebut ekstrim sebagai genosida, pembunuhan massal haruslah diurai sampai yang paling kecil. Kenapa harus dengan gas air mata, siapa yang melepaskannya, atas perintah siapa, atas dasar dan SOP apa perintah itu dan seterusnya.

Sampai, benarkah kematian ratusan orang itu karena akibat keracunan gas air mata dan seterusnya.

Usut secara mendalam, transparan dan imparsial!

Sekali lagi terlalu kecil memikirkan sangsi FIFA, gagal tuan rumah Piala Dunia U-20, sampai "tiji tibeh" seluruh pengurus PSSI mundur.

Atau sampai tidak ada sepak bola lagi di Indonesia.

Terlalu kecil pula memvonis dengan "berhenti bermain bola". Sungguh satu nyawa sekalipun tidak sebanding dengan euforia pecinta sepakbola itu.

Harusnya kematian ratusan orang dalam waktu hampir bersamaan di tempat (locus) yang sama sudah layak menjadi peristiwa pelanggaran HAM berat, yang harus diambil alih secara tegas dan lugas oleh negara.

Sungguh saya ikhlas lahir dan batin tidak akan ngurus sepak bola lagi jika itu sudah impas dengan duka dan air mata keluarga korban tragedi kemanusiaan itu.

Gak dadi pengurus PSSI, gak pathek'en, jika sepakbola yang mestinya hiburan berubah jadi kuburan.

"Ojo dibanding-banding-ke", dengan kerusuhan di Inggris, tragedi Heisel,  dengan kerusuhan antar supporter di Peru, dengan kerusuhan antar supporter Persib vs Persija, bahkan kerusuhan atau bentrok antar supporter di belahan dunia yang lain.

Sekali lagi ini bukan peristiwa sepak bola, bukan juga kerusuhan supporter vs holigan, tapi lebih tepatnya rakyat vs polisi. Ini peristiwa kemanusiaan. Ini "pembantaian" massal. Ini pelanggaran HAM berat. Ini genosida!!!

Penulis adalah pegiat sebap bola

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya