Pengadilan HAM dan Rakyat Afrika/Net
Keputusan pengadilan HAM dan Rakyat Afrika pada Kamis (22/9) tidak dapat diterima oleh delapan negara Afrika yang berteman dengan Kerajaan Maroko, menyusul pengaduan Bernard Anbataayela Mornah dari Ghana terhadap mereka.
Meskipun Maroko tidak terikat dengan Piagam Afrika tentang HAM dan Rakyat, namun tuduhan itu tetap ditujukan pada negara-negara tersebut untuk melemahkan intervensi Maroko dalam konflik Sahara.
Tindakan tersebut diinterpretasikan sebagai manuver putus asa Aljazair dan Polisario yang ingin menyerang Maroko dan sekutu dengan melibatkan semua lembaga Uni Afrika di pihaknya.
Sebagai anggota Uni Afrika, Maroko berkomitmen untuk memberikan solusi politik definitif untuk sengketa Sahara dengan inisiatif otonomi yang dianggap solusi paling serius, realistis, dan kredibel.
Pengadilan HAM dan Rakyat Afrika yang misinya adalah untuk memastikan penghormatan dan penerapan Piagam HAM Afrika tidak berwenang untuk memerintah atau mempertanyakan kelayakan Maroko yang kembali menjadi bagian Uni Afrika.
Singkatnya, putusan pengadilan tersebut menunjukkan kurangnya pengetahuan terhadap perkembangan Sahara Maroko dan Mekanisme Uni Afrika Troika yang sejak 2018 telah mencabut semua lembaganya dalam penyelesaian sengketa ini.
Akibatnya, Pengadilan Afrika diminta untuk mempertahankan ketidakberpihakan dan objektivitasnya mengenai masalah Sahara Maroko dan tidak menunjukkan sikap bermusuhan pada Maroko.