Perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan hanya akan tercapai jika prinsip satu-China dan Konsensus 1992 benar-benar ditegakkan.
Kementerian Luar Negeri China pada Rabu (14/9), kembali menegaskan hal itu, menanggapi laporan media yang mengklaim bahwa AS sedang mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi kepada China demi mencegahnya menyerang Taiwan.
Mao Ning, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, mengatakan pada media briefing rutin pada Rabu (14/9) bahwa akar penyebab ketegangan saat ini di Selat Taiwan adalah bahwa prinsip satu-China telah ditentang dan otoritas DPP terus mengejar agenda kemerdekaan Taiwan.
Mao mengatakan persoalan Taiwan adalah murni urusan internal China.
"Tidak ada negara asing yang berhak mencampuri urusannya," kata Mao, seperti dikutip dari
Global Times, Kamis (15/9).
Pernyataan tersebut muncul setelah Reuters melaporkan bahwa AS sedang mempertimbangkan opsi untuk paket sanksi terhadap China untuk mencegahnya menyerang Taiwan, di mana Uni Eropa juga mendapat tekanan dari Taiwan untuk melakukan hal yang sama.
Media Barat juga melaporkan bahwa Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS diharapkan memiliki markup dari Undang- Undang Kebijakan Taiwan pada hari Rabu.
Mengenai tindakan tersebut, Mao menekankan bahwa pihak China telah berulang kali menyatakan penentangannya yang tegas terhadap Undang-Undang Kebijakan Taiwan tahun 2022.
"Pihak AS harus mematuhi prinsip satu-China dan ketentuan dari tiga komunike bersama China-AS," desak Mao.
"Hanya dengan menangani masalah terkait Taiwan dengan hati-hati dan tepat, kerusakan lebih lanjut dapat dicegah pada hubungan China-AS," ujarnya.
Beberapa negara Eropa mungkin mengikuti AS dalam menekan China atas persoalan Taiwan, tetapi mereka tidak akan berani mengambil langkah besar, begitu menurut para ahli.
"Prinsip satu-China merupakan landasan politik bagi pembentukan dan pengembangan hubungan diplomatik antara China dan negara-negara lain," kata Mao.
"China dengan tegas menentang segala bentuk pertukaran resmi antara wilayah China Taiwan dan negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan China," lanjutnya.
Dia juga mengatakan bahwa upaya otoritas DPP untuk berkolusi dengan kekuatan eksternal dalam mengejar agenda separatis kemerdekaan Taiwan hanya akan menemui jalan buntu.
"Hanya dengan kembali ke prinsip satu-China dan Konsensus 1992, perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan dapat dipastikan secara efektif," ujarnya.