Berita

Ilustrasi/Net

Hukum

Wilmar Ngaku Rugi Rp 1,5 Triliun Akibat Kebijakan Larangan Ekspor CPO

SELASA, 06 SEPTEMBER 2022 | 14:46 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kebijakan Crude Palm Oil (CPO) yang carut marut disebut membuat PT Wilmar Nabati Indonesia mengalami kerugian lebih dari Rp 1,5 triliun.

Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa Master Parulian Tumanggor (MPT), Juniver Girsang usai menjalani sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor CPO dan turunannya periode Januari 2021-Maret 2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dalam agenda eksepsi, Selasa (6/9).

Juniver mengatakan, PT Wilmar Nabati Indonesia menjadi korban dari kebijakan carut-marut tata kelola kelapa sawit. Akibat kebijakan pemerintah yang salah, Wilmar Nabati Indonesia mengalami kerugian lebih dari Rp 1,5 triliun.


"Dengan diterbitkannya kebijakan DMO (Domestic Market Obligation) ini, kami mengalami kerugian kurang lebih dari Rp 1,5 triliun," ujar Juniver kepada wartawan, Selasa (6/9) siang.

Padahal kata Juniver, PT Wilmar Nabati Indonesia memiliki waktu enam bulan untuk memenuhi kewajiban DMO 20 persen. Dari total DMO yang diwajibkan ke Wilmar Nabati Indonesia sebanyak 234.722.699 kilogram.

"Kekurangan itu dipenuhilah secara bertahap dalam rentang waktu enam bulan masa berlaku persetujuan ekspor," kata Juniver.

Oleh Karena itu, Juniver menyebut bahwa Wilmar Nabati Indonesia merupakan korban inkonsekuensi kebijakan dan program penyediaan minyak goreng kemasan sederhana untuk masyarakatat dalam rangka pembiayaan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Selain itu kata Juniver, Wilmar Nabati Indonesia pun mengalami kerugian karena mengikuti harga jual sesuai DMO yang telah ditetapkan sebagai syarat memperoleh persetujuan ekspor CPO dari Kementerian Perdagangan.

"Jadi malahan terbalik dalam hitungan kami sudah sampaikan dalam eksepsi, hitungannya detail secara ekonomi dan kemudian akutal. Bukan direka-reka," tegas Juniver.

Juniver menekankan, Wilmar Nabati Indonesia telah mematuhi seluruh aturan yang dibuat pemerintah guna mendapatkan persetujuan ekspor. Namun, setelah seluruh syarat dipenuhi, pemerintah menangguhkan izin ekspor milik Wilmar Nabati Indonesia.

"Karena DMO yang sudah kami lakukan itu sudah sesuai, kemudian mau ditindaklanjuti timbul peraturan baru yang merubah peraturan yang belum dilaksanakan," pungkas Juniver.

Dalam sidang pembacaan surat dakwaan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Rabu (31/8), disebutkan bahwa sejumlah grup usaha diuntungkan dalam perkara korupsi pemberian izin ekspor minyak sawit mentah CPO.

Dalam dakwaan yang dibacakan tim JPU, menyebutkan terdapat tiga grup korporasi mendapat keuntungan dari fasilitas pemberian izin ekspor CPO tersebut, yaitu Grup Musim Mas yang terdiri dari beberapa perusahaan, yakni PT Musim Mas, PT Musim Mas-Fuji, PT Intibenua Perkasatama, PT Agro Makmur Raya, PT Megasurya Mas, PT Wira Inno Mas, yang diuntungkan sejumlah Rp 626.630.516.604 (Rp 626,6 miliar).
 
Selanjutnya, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Permata Hijau, yaitu dari PT Permata Hijau Palm Oleo, PT Nagamas Palmoil Lestari, PT Permata Hijau Sawit, dan PT Pelita Agung Agrindustri seluruhnya sejumlah Rp 124.418.318.216 (Rp 124,4 miliar).
 
Kemudian, perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Grup Wilmar, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, PT Sinar alam Permai, PT Multimas Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, yang diuntungkan sebesar Rp 1.693.219.882.064 (Rp 1,69 triliun).
 
JPU menyebut, atas izin ekspor minyak sawit mentah CPO tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yaitu merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 (Rp 6 triliun) dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925 (Rp 12,3 triliun).



Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

UPDATE

Trump Serang Demokrat dalam Pesan Malam Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 16:04

BUMN Target 500 Rumah Korban Banjir Rampung dalam Seminggu

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:20

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Gibran Minta Pendeta dan Romo Terus Menjaga Toleransi

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:40

BGN Sebut Tak Paksa Siswa Datang ke Sekolah Ambil MBG, Nanik: Bisa Diwakilkan Orang Tua

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:39

Posko Pengungsian Sumut Disulap jadi Gereja demi Rayakan Natal

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:20

Banyak Kepala Daerah Diciduk KPK, Kardinal Suharyo Ingatkan Pejabat Harus Tobat

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:15

Arsitektur Nalar, Menata Ulang Nurani Pendidikan

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:13

Kepala BUMN Temui Seskab di Malam Natal, Bahas Apa?

Kamis, 25 Desember 2025 | 14:03

Harga Bitcoin Naik Terdorong Faktor El Salvador-Musk

Kamis, 25 Desember 2025 | 13:58

Selengkapnya