Di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia, memang sudah sewajarnya diikuti pemerintah Indonesia dalam melakukan penyesuaian kebijakan. Salah satunya, soal penyesuaian tarif bahan bakar minyak (BBM).
Begitu dikatakan Direktur Eksekutif Moya Institute Heri Sucipto dalam webinar bertema "APBN Tertekan: BBM Subsidi Solusi atau Ilusi", Rabu (31/8).
Terkait harga BBM, dikatakan Heri, pemerintah telah menghabiskan anggaran subsidi Rp 502 triliun, dan diperkirakan akan merangkak naik Rp 698 triliun sampai akhir tahun, jika diteruskan.
"Hal ini tidak dapat dipertahankan, jika Indonesia ingin terbebas dari krisis yang menimpa seluruh negara di dunia ini," kata Heri.
Pada kesempatan yang sama, pengamat politik Imron Cotan menuturkan, jika penyesuaian harga BBM oleh pemerintah memang tidak dapat dihindari. Walaupun, disadari penuh akan ada kelompok masyarakat terdampak.
Imron meyakini, pemerintah telah menyiapkan langkah mitigasi dengan program bantalan sosial.
Bantalan sosial tersebut terdiri dari bantuan tunai langsung bertahap kepada masyarakat pra-sejahtera, sebesar Rp 600,000 per keluarga; subsidi upah, sebesar Rp 600,000 per pekerja/bulan; dan subsidi transportasi, termasuk ojek, yang dananya diambil 2 persen dari dana transfer umum.
Menurutnya, kebijakan tersebut tepat dan dengan semangat gotong-royong meyakini bangsa Indonesia akan keluar dari kesulitan ini sebagai bangsa pemenang.
"Apalagi dalam pelaksanaannya kementerian dan lembaga terkait menerapkan verifikasi yang ketat," pungkas Imron.
Sementara itu, pengamat sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, mengaku menyambut baik rencana penyesuaian harga BBM. Pasalnya, hal itu sudah diimbangi dengan jaminan pemerintah untuk mengucurkan bansos, agar ekonomi masyarakat tetap terjaga.
Kendati demikian, Azyumardi mengimbau supaya penyaluran bansos benar-benar tepat sasaran. Bahkan, masyarakat yang tidak terjangkau bansos juga bisa dibantu dengan upaya filantropi.