Berita

Ilustrasi/Net

Dahlan Iskan

BBM 303

SABTU, 27 AGUSTUS 2022 | 05:10 WIB | OLEH: DAHLAN ISKAN

HARGA BBM naik?

Tidak.

Naik.


Tidak.

Belum.

Entah sampai kapan.

Jangan perjudikan itu. Apalagi tanpa membayar fee ke 303. Kita tunggu saja keputusan pemerintah. Kelihatannya tinggal tunggu keputusan akhir dari Presiden Jokowi.

Langkah-langkah menuju kenaikan harga itu sudah disiapkan. Para menteri seperti sudah memastikan BBM naik. Setidaknya sudah siap naik. Pun sikap Wakil Presiden Maruf Amin. Semua mengisyaratkan ke arah kenaikan harga BBM.

Secara ilmiah ilmu ekonomi memang harus begitu. Harga BBM sekarang ini murahnya luar biasa dibanding harga pasar internasional. Untuk apa ilmu ekonomi dipelajari di semua universitas kalau tidak dipergunakan.

Tapi harga BBM sekarang itu masih mahal. Kalau diukur dari kemampuan daya beli lapisan masyarakat menengah ke bawah. Saya pun pernah menulis: kenyataannya, setiap terjadi kenaikan harga BBM tingkat kemiskinan selalu naik. Jumlah orang miskin bertambah (Disway 23 Juni 2022).

Saya memahami bahwa Presiden Jokowi sampai sangat sulit membuat keputusan soal kenaikan harga BBM. Sesulit-sulit menangkap Irjen Pol Ferdy Sambo masih bisa mengerahkan Brimob. Taruhannya hanya "kemungkinan anak buah Sambo marah". Tapi menaikkan harga BBM ini taruhannya rakyat miskin. Jumlahnya bisa lebih 20 juta orang. Umumnya mengagumi Pak Jokowi. Memilihnya dengan fanatik. "Mendewakannya".

Dan sang Dewa kini harus membuat keputusan pahit bagi mereka. Mungkin mereka memang tidak banyak membeli BBM. Mereka tidak punya mobil. Tapi kenaikan harga BBM akan menaikkan harga-harga kebutuhan hidup. Inflasi.

Pak Jokowi tidak sendirian. Presiden yang ia gantikan, SBY, juga berpikir panjang sekali sebelum mengambil keputusan menaikkan harga BBM. Sampai SBY mendapat julukan peragu. Setidaknya dibanding wakilnya: Jusuf Kalla.

"Ekonom tidak memahami ini: setiap terjadi kenaikan harga BBM tingkat kemiskinan naik. Bisa sampai 2 persen," ujarnya suatu ketika.

Saya yang semula terpengaruh Pak JK ikut merenungkan kenyataan yang dikemukakan Presiden SBY itu.

Keputusan menaikkan harga BBM selalu harus dilakukan. Oleh presiden siapa pun. Dari periode ke periode. Selalu juga menimbulkan gejolak. Termasuk gejolak di APBN.

Kenaikan harga BBM seperti kutukan abadi di negeri ini. Hanya belakangan tanpa ada demo.

Di zaman Pak SBY subsidi mencapai Rp 250 triliun. Dihujat. Dibilang membakar-bakar uang negara. Salah sasaran. Orang kaya kok disubsidi. Dan seterusnya.

Kini subsidi itu bisa mencapai Rp 502 triliun. Tahun ini. Kalau BBM tidak naik. Sebaliknya kemiskinan bisa naik 2 persen. Kalau harga BBM dinaikkan.

Bagi Pak Jokowi ancaman kemiskinan naik 2 persen itu menakutkan. Terutama dalam hal citra. Kalau sampai kemiskinan naik 2 persen Pak Jokowi akan dikenang seumur hidup sebagai presiden yang gagal mengentas kemiskinan.

Selama 8 tahun menjabat Presiden angka kemiskinan hanya turun 1,5 persen. Terendah dibanding presiden siapa pun pasca reformasi. Maka kalau sampai angka kemiskinan naik 2 persen akibat kenaikan harga BBM apa lagi yang bisa dikenang di bidang pengentasan kemiskinan.

Maka harus ditemukan cara baru. Ilmu baru. Terobosan baru: bagaimana harga BBM naik tanpa menambah angka kemiskinan.

Tentu saya pernah memikirkan itu. Secara mendalam. Sayangnya saya tidak mampu merumuskan teori baru. Mungkin karena saya bukan ekonom. Lalu saya tunggu teori baru dari para ekonom. Juga tidak muncul.

Ide baru yang sering dibicarakan hanyalah: bagaimana agar penghematan dari subsidi BBM itu diarahkan untuk fokus mengatasi kemiskinan. Di atas kertas itu masuk akal. Lalu dilaksanakan. Hasilnya belum kelihatan di angka-angka statistik.

Itulah sebabnya saya memilih jalan pintas ini: untuk mengurangi subsidi BBM janganlah gunakan BBM. Kita buat mobil listrik.

Itu 10 tahun lalu.

Gagal.

Anda sudah tahu hasilnya. Tidak bisa terwujud. Dan sampai sekarang kita masih harus berkutat dengan subsidi BBM. Sayang energi seorang presiden terlalu terkuras di soal ini. Sumpek. Untung Pak Jokowi masih sering bertemu relawannya. Bisa terhibur di situ.

Kini mobil listrik sudah mewabah di mana-mana. Presiden Indonesia 10 tahun ke depan bisa lebih ringan pikirannya.

Jadi, apakah harga BBM akan naik?

Tidak.

Naik.

Tidak.

Terserah.

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya