Berita

Ilustrasi Gedung KPK/RMOL

Hukum

Jaksa KPK Tuntut PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati Bayar Pidana Denda Rp 900 Juta dan Uang Pengganti Rp 44 Miliar

KAMIS, 04 AGUSTUS 2022 | 22:16 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Kasus dugaan korupsi dalam pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN TA 2006-2011, korporasi PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati masing-masing dituntut membayar denda Rp 900 juta dan uang pengganti lebih dari Rp 44 miliar.

Tuntutan itu dibacakan langsung oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/8).

Dalam sidang tuntutan ini, JPU KPK menuntut agar Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk memutuskan bahwa terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan Tipikor sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat 1 Juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP Juncto Pasal 65 Ayat 1 KUHP sebagaimana dalam dakwaan primer.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I PT Nindya karya (Persero) dan terdakwa II PT Tuah Sejati berupa pidana denda masing-masing sebesar Rp 900 juta," ujar Jaksa KPK.

Pidana denda tersebut harus dibayar para terpidana paling lambat satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap. Jika terdapat alasan yang kuat, jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama satu bulan para terpidana tidak membayar uang denda itu, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar denda tersebut.

"Menghukum terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.681.053.100," kata Jaksa KPK.

Jaksa KPK menuntut, agar Majelis Hakim menetapkan uang sebesar Rp 44.681.053.100 (Rp 44,68 miliar) yang telah disita dari terdakwa I PT Nindya Karya (Persero) tersebut diperhitungkan sebagai pembayaran uang pengganti.

Selanjutnya, terdakwa II PT Tuah Sejati juga tuntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 49.908.196.378 dengan ketentuan jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan apabila terdapat alasan yang kuat jangka waktu sebagaimana dimaksud telah diperpanjang lagi paling lama satu bulan terpidana tidak membayar uang pengganti dimaksud, maka harta bendanya dapat disiksa oleh Jaksa dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut.

"Enam, menetapkan uang sebesar Rp 9.062.489.079 dan aset terdakwa PT Tuah Sejati yang telah disita diperhitungkan sebagai pengurang uang pengganti," terang Jaksa KPK.

Ketujuh, menetapkan agar terdakwa II PT Tuah Sejati agar tetap mengelola aset usaha berupa SPBU, SPBBN dan melanjutkan penyetoran keuangan aset usaha ke rekening penampungan KPK sampai putusan perkara a quo berkekuatan hukum tetap.

Dalam perkara ini, Jaksa menilai bahwa tindakan PT Nindya Karya (Persero) dan PT Tuah Sejati dalam korupsi pembangunan Dermaga Bongkar Sabang TA 2006-2011 telah merugikan negara sebesar Rp 313 miliar.

Kedua korporasi itu disebut telah memperkaya sembilan pihak, yakni kuasa PT Nindya Sejati Joint Operation, Heru Sulaksono; Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satuan Kerja Pengembangan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang; almarhum Ramadhani Ismi.

Selanjutnya memperkaya Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS), Almahrum Syaiful Achmad; pegawai PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh sebagai Kepala Proyek Pembangunan Darmaga Sabang, Sabir Said; dan Kepala BPKS merangkap Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) tahun 2004, Zubir Rahim.

Kemudian memperkaya, pejabat Kepala BPKS sekaligus pengguna anggaran Februari-Juli 2010, Nasruddin Daud; dan Kepala BPKS merangkap KPA tahun 2011, Ruslan Abdul Gani; tenaga lepas BPKS, Ananta Sofwan dan pimpinan proyek tahun 2004, Zulkarnaen Nyak Abbas; dan Direktur PT Budi Perkasa Alam tahun 2007-2008, Zaldy Noor.

Selain itu, kedua korporasi tersebut juga disebut telah memperkaya Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Pratomo Sentosanengtyas; Dirut PT Swarna Baja Pacific, Pandu Lokiswar Salam; dan Direktur CV SAA Inti Karya Teknik sekaligus Komisaris Utama PT Budi Perkasa Alam, Askaris Chioe.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52

Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26

Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54

Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43

Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35

PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16

Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36

PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20

Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50

Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29

Selengkapnya