Berita

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan/Net

Publika

Partai Politik Menjadi Penentu Masa Depan Bangsa: Saat Ini Cenderung Membawa Kehancuran

OLEH: ANTHONY BUDIAWAN*
JUMAT, 01 JULI 2022 | 17:57 WIB

“Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely”, kalimat Lord Acton yang terkenal mengandung kebenaran yang tidak bisa dibantah.

“Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan mutlak pasti korup”.

Karena itu, kekuasaan eksekutif atau presiden harus dibatasi. Melalui pengawasan ketat agar tidak menyimpang dan berkembang menjadi kekuasaan absolut, kekuasaan tirani, kekuasaan sewenang-wenang, yang pasti korup.

Lembaga yang mengawasi eksekutif dinamakan parlemen, terdiri dari berbagai kelompok masyarakat yang menyebut dirinya ‘perwakilan rakyat’. Kelompok tersebut diberi identitas partai politik.

Parlemen yang terdiri dari perwakilan partai politik tersebut mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi pengawasan dan fungsi membuat undang-undang sebagai lembaga legislatif.

Parlemen harus mengawasi presiden agar roda pemerintahan berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Parlemen juga harus mengawasi penggunaan anggaran (fiskal) negara, untuk kepentingan masyarakat luas, untuk mencapai keadilan sosial.

Selain itu, parlemen juga wajib membuat undang-undang yang berpihak kepada kepentingan bangsa, dan mengawasi pemerintah agar selalu patuh terhadap perintah undang-undang tersebut.

Semua itu menjelaskan betapa pentingnya fungsi parlemen sebagai kekuatan penyeimbang kekuasaan presiden, khususnya di dalam sistem presidensial di mana presiden mempunyai kekuasaan sangat besar.

Kalau fungsi parlemen ini dijalankan dengan benar dan jujur maka praktis sebagian besar permasalahan bangsa sudah terselesaikan dengan sendirinya, dengan memberlakukan dan melaksanakan peraturan dan undang-undang yang adil dan berpihak kepada kepentingan bangsa.

Sebagai contoh, peraturan dan undang-undang anti-monopoli diberlakukan untuk menciptakan persaingan pasar sempurna (prefect market competition) yang adil bagi semua pelaku pasar.

Kalau undang-undang anti-monopoli tersebut dijalankan dengan benar, maka dengan sendirinya akan tercipta industri yang lebih efisien, alokasi faktor produksi lebih baik, dan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dan merata.

Sebaliknya, apabila undang-undang dibuat untuk kepentingan golongan tertentu, tidak adil, dan bertentangan dengan kepentingan bangsa, maka undang-undang tirani tersebut dapat memicu kekacauan, memicu perpecahan bangsa, menuju jurang kehancuran.

Misalnya, UU KPK atau UU Cipta Kerja, yang ditengarai banyak pihak tidak pro kepentingan bangsa, sempat memicu protes dan demo dari berbagai kelompok masyarakat, bahkan menelan korban.

Apa jadinya kalau undang-undang yang membatasi kebebasan berpendapat, atau undang-undang anti-demokrasi, diberlakukan? Apakah bangsa ini akan menjadi lebih baik, atau malah membawa negara ini menjadi negara tirani menuju jurang kehancuran?

Artinya, parlemen mempunyai peran kritikal dalam menentukan nasib bangsa di masa depan, menentukan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

Semua ini tergantung dari partai politik, apakah dapat mengendalikan parlemen dan membuat undang-undang yang pro-rakyat, apakah dapat mengawasi presiden secara efektif, atau malah mendukung presiden menjalankan roda pemerintahan secara tirani?

Kalau parlemen menjalankan fungsinya secara benar, maka fungsi presiden menjadi tidak terlalu penting lagi. Pemilihan presiden (Pilpres) bukan lagi merupakan peristiwa istimewa.

Pilpres menjadi lebih sederhana, hanya fokus kepada calon presiden yang mampu taat hukum berdasarkan rule of law, serta bermoral dan beretika tinggi. Permasalahan kementerian teknis dapat dengan mudah diselesaikan oleh para teknokrat dalam bidangnya masing-masing.

Karena, tugas utama presiden hanya menjalankan peraturan dan undang-undang yang berlaku. Apabila presiden tidak taat dan menyimpang dari peraturan dan undang-undang tersebut, maka parlemen wajib menegur, kalau perlu memberhentikan presiden dalam hal terjadi pelanggaran berat, misalnya pelanggaran konstitusi, pelanggaran HAM atau pelanggaran berat lainnya.

Karena itu, partai politik tidak perlu memagari kekuasaannya dengan menetapkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi 20 persen.

Sebaliknya, semakin banyak calon presiden, semakin baik bagi bangsa ini, dan semakin besar kemungkinan mendapat calon presiden yang taat hukum dan bermoral tinggi, yang dapat menjalankan peraturan dan undang-undang secara adil.

Partai politik tidak boleh menjadikan presiden sebagai ‘Petugas Partai’. Setiap orang yang menjadi presiden wajib membebaskan dirinya dari identitas partai politik.

Mereka harus bersumpah untuk taat pada semua peraturan dan undang-undang, serta konstitusi.

Partai politik yang menyatakan presiden (dan Kepala Daerah) sebagai ‘Petugas Partai’ secara jelas berniat melanggar konstitusi. Karena, partai politik secara konstitusi mengendalikan parlemen, dan kini juga berniat mengendalikan presiden sebagai ‘Petugas Partai’, melanggar fungsi parlemen sebagai pengawas presiden, dan menciptakan tirani partai politik.

Penyatuan fungsi eksekutif dan parlemen oleh partai politik sedang berlangsung sangat cepat di era reformasi, terus berkembang dan memburuk sejak 2014 ketika pengusaha ikut mengatur calon presiden.

Karena itu, demi masa depan Bangsa Indonesia, rakyat wajib menuntut partai politik kembali kepada fungsi sebenarnya. Sebagai tahap awal, partai politik wajib menghapus presidential threshold menjadi nol persen.

Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS)

Populer

KPK Ancam Pidana Dokter RSUD Sidoarjo Barat kalau Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Jumat, 19 April 2024 | 19:58

Ini Kronologi Perkelahian Anggota Brimob Vs TNI AL di Sorong

Minggu, 14 April 2024 | 21:59

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Resmi Tersangka KPK

Selasa, 16 April 2024 | 07:08

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Tim Kecil Dibentuk, Partai Negoro Bersiap Unjuk Gigi

Senin, 15 April 2024 | 18:59

Megawati Bermanuver Menipu Rakyat soal Amicus Curiae

Kamis, 18 April 2024 | 05:35

Diungkap Pj Gubernur, Persoalan di Masjid Al Jabbar Bukan cuma Pungli

Jumat, 19 April 2024 | 05:01

UPDATE

Gegara Tidak Dipinjami Uang, Tante Nekat Habisi Nyawa Keponakan

Rabu, 24 April 2024 | 23:50

Rupiah Melemah, Suku Bunga BI Naik Jadi 6,25 Persen

Rabu, 24 April 2024 | 23:47

Amankan Posisi Ketum PKB, Cak Imin Harus Merapat ke Prabowo-Gibran

Rabu, 24 April 2024 | 23:20

Aktivis Pergerakan Punya Peran Penting dalam Kemenangan Prabowo

Rabu, 24 April 2024 | 23:03

BPJPH Yakinkan Negara OKI Soal Implementasi Wajib Halal Oktober 2024

Rabu, 24 April 2024 | 22:47

Gibran Belanja Masalah Seluruh Indonesia

Rabu, 24 April 2024 | 22:43

Si Doel Lebih Dibutuhkan Banten Dibanding Jakarta

Rabu, 24 April 2024 | 22:33

Kehadiran Amin di KPU Melegitimasi Kemenangan Prabowo-Gibran

Rabu, 24 April 2024 | 22:03

Cik Ujang Pastikan DPD Demokrat Sumsel Tak Ada Polemik

Rabu, 24 April 2024 | 21:43

Petugas Rutan Palembang Diperiksa Buntut Foto Bacagub Sumsel dan Alex Noerdin di Lapas Beredar

Rabu, 24 April 2024 | 21:37

Selengkapnya