Berita

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat hadir dalam acara pencegahan korupsi sektor pertanahan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Hotel Mercure, Kemayoran, Jakarta pada Kamis (16/6)/Ist

Hukum

Wakil Ketua KPK Beberkan Penyebab Sengketa Tanah

KAMIS, 16 JUNI 2022 | 22:29 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Di zaman yang semakin canggih, banyak modus sengketa tanah dengan berpura-pura bersengketa yang dikarenakan sistem pertanahan di Indonesia masih belum padu. Sehingga, diharapkan adanya penyatuan persepsi dan komitmen semua pihak untuk dapat melakukan pencegahan kejahatan dan korupsi di bidang pertanahan.

Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron di acara pencegahan korupsi sektor pertanahan yang diselenggarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) di Hotel Mercure, Kemayoran, Jakarta pada Kamis (16/6).

"Tanah adalah tempat kita berpijak dan hidup, keberadaannya terbatas sementara penduduk semakin bertambah, tentulah kemudian tanah menjadi sumber daya yang semakin ekonomis, dari situ kemudian menjadi sebab sengketa dan konflik," ujar Ghufron dalam sambutannya.

Ghufron menilai, dari sengketa dan konflik soal tanah tersebut juga tidak jarang adanya kongkalikong dengan aparat pemerintah yang menimbulkan korupsi.

"Dalam pertanahan yang dimulai dari aspek kepemilikan, penguasaan, pemanfaatan diliputi hukum keperdataan, administrasi dan bisa pidana," kata Ghufron.

Ghufron menjelaskan, diawali dengan aspek kepemilikan, maka diliputi hukum keperdataan tentang tanah. Sehingga, elemen yang menjadi sumber sengketa ada dua hal, yaitu tentang fakta objeknya baik keberadaannya, letak lokasinya, batas-batasnya dan seterusnya; dan aspek alas haknya, terdiri dari bukti surat kepemilikannya mulai kesesuaian surat dengan letak, validitasnya, kontestasi dengan alat bukti lainnya.

Selanjutnya, sebagai bagian dari benda, maka tanah diliputi asas hak kebendaan, mengikuti bendanya, preferensi dan seterusnya.

Kemudian dalam administrasi, yaitu penerbitan Surat Haknya baik SHM, HGB, HGU dan lain-lain yang menjadi ukuran keabsahan surat tersebut dalam perspektif administrasi diukur dalam tiga hal

Pertama, dasar kewenangan substansial/materiil, dalam hal ini apakah BPN berwenang mengeluarkan surat kepemilikan hak tersebut dan surat tersebut secara substansi memang hak pemohon/pihak yang tertera dalam surat kepemilikan hak atas tanah dimaksud.

"Secara substansi ini harus merujuk kepada pihak yang secara perdata dinilai sah sebagai pemilik baik berdasarkan bukti-bukti kepemilikan adat, pemanfaatan dan penguasaan," kata Ghufron.

Kedua, pemenuhan asas legalitas atau syarat ketentuan dan prosedur penerbitan surat kepemilikan hak atas tanah dimaksud.

Ketiga, pemenuhan asa umum pemerintahan yang baik, yaitu publikasi, transparan, fair, proporsional dan lain-lain.

Sementara itu, dalam aspek pidana kata Ghufron, hak atas tanah maupun penguasaan dapat menjadi tindak pidana dalam hal penerbitan haknya seperti surat palsu, dipalsukan, sumpah palsu, keterangan tidak benar dalam akta dan lain-lain; penguasaan dan memasuki pekarangan orang lain.

"Apalagi jika tanah tersebut merupakan aset negara dan daerah, maka bisa berkembang menjadi tindak pidana korupsi," terang Ghufron.

Perspektif pidana kata Ghufron, pada intinya diukur dalam pemenuhan dua unsur utama, yaitu unsur objektif memenuhi ketentuan hukum, unsur subjektif perbuatannya dan akibat perbuatannya dilakukan dengan sengaja atau kelalaian sebagai bentuk kesalahan.

"Selama kesalahan perdata dan administrasi tidak dilakukan dengan sengaja ataupun kelalaian yang diwajibkannya kehati-hatiannya, maka kesalahan administrasi ataupun perdata tersebut masih dalam ranah keperdataan dan administrasi," jelas Ghufron.

Sebaliknya katanya, jika dilanggarnya ketentuan administrasi dan perdata diliputi maksud jahat, motif mendapat keuntungan yang terselubung atau ditutupi tidak beritikad baik, maka perbuatan dimaksud dapat diduga sebagai perbuatan pidana jika memenuhi ketentuan peraturan pidana.

"Bahkan dewasa ini semakin canggih modus sengketa tanah dengan berpura-pura bersengketa baik secara perdata, TUN ataupun pidana dengan tidak melibatkan pemilik yang sah dengan tujuan untuk mendapatkan legalisasi dengan putusan pengadilan. Ini semua karena sistem pertanahan kita masih belum padu, antar putusan kamar peradilan bisa dikontradiksikan, dan anehnya tiap kamar peradilan kok bisa ya saling bertentangan putusannya?" heran Ghufron.

Dengan demikian, KPK berharap adanya penyatuan persepsi dan komitmen semua pihak dengan tujuan pencegahan kejahatan dan korupsi di bidang pertanahan.

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

UPDATE

Menag Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji di Arab Saudi

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:05

Baru Kantongi 100 Ribu KTP, Noer Fajriensyah Ngebet Maju Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:02

Politikus Perempuan di DPR Diprediksi Bertambah 10 Orang

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:29

PDIP Tancap Gas Godok Nama-Nama Calon di Pilkada 2024

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:26

Pemprov DKI Tak Serius Sediakan TPU di Kepulauan Seribu

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:00

Subholding Pelindo Siap Kelola Area Pengembangan I Bali Maritime Tourism Hub

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:40

Ridwan Kamil-Bima Arya Berpeluang Dipromosikan 3 Parpol Besar di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:32

DPRD DKI Terus Dorong Program Sekolah Gratis Direalisasikan

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:24

Buku "Peta Jalan Petani Cerdas" Panduan Petani Sukses Dunia Akhirat

Senin, 06 Mei 2024 | 23:59

Popularitas Jokowi dan Gibran Tetap Tinggi Tanpa PDIP

Senin, 06 Mei 2024 | 23:11

Selengkapnya