Wakil kepala intelijen militer Ukraina, Vadim Skibitsky/Net
Sementara pertempuran masih berlanjut, muncul laporan bahwa pasukan Kiev hampir kehabisan amunisi dan hanya bisa mengandalkan senjata yang dipasok Barat dalam pertempuran melawan Rusia.
Laporan tersebut diungkap wakil kepala intelijen militer Ukraina, Vadim Skibitsky, dalam wawancaranya dengan The Guardian pada Jumat (10/6).
"Ini adalah perang artileri sekarang," kata Skibitsky.
"Pertempuran jarak jauh akan menentukan hasil dari konflik antara kedua negara, dan kita kalah dalam artileri,†akunya.
Skibitsky mengungkapkan bahwa pasukan Ukraina saat ini menembakkan 5.000 hingga 6.000 peluru artileri sehari, dan persediaan mereka cepat habis.
“Kami hampir menghabiskan semua amunisi (artileri) kami dan sekarang menggunakan peluru standar NATO kaliber 155,†katanya.
Senjata Kiev juga sangat kalah di Donbass, karena hampir kehabisan artileri rancangan Soviet dan Rusia yang dimilikinya pada awal operasi militer Moskow, menurut Skibitsky.
“Ukraina memiliki satu artileri hingga 10 hingga 15 artileri Rusia,†katanya.
“Semuanya sekarang tergantung pada apa yang (Barat) berikan kepada kita,†kata pejabat intelijen itu.
“Mitra Barat kami telah memberi kami sekitar 10 persen dari apa yang mereka miliki," ujarnya.
Skibitsky juga meminta pendukung asing Kiev untuk memasok sistem roket jarak jauh yang dapat menghancurkan artileri Rusia dari jauh.
AS dan sekutunya enggan memberikan persenjataan jenis ini kepada Ukraina karena khawatir hal itu dapat menyebabkan konflik langsung antara Rusia dan NATO.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memperingatkan bahwa jika Kiev akhirnya mendapatkan rudal jarak jauh, Moskow akan menarik kesimpulan yang tepat dan menggunakan senjata mereka untuk menyerang objek yang belum diserangnya.
Awal pekan ini, Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa 3.443 tank Ukraina dan kendaraan lapis baja Ukraina lainnya, 1.807 artileri lapangan dan mortir, 1.139 drone, 478 peluncur roket ganda, 190 pesawat dan 129 helikopter telah dihancurkan sejak peluncuran operasi militer akhir Februari lalu.