Pertumbuhan ekspor China turun tajam menjadi 3,9 persen pada April. Aturan ketat Covid-19 yang mengunci dunia perdagangan China baru-baru ini, menjadi salah satu faktornya.
Ini adalah pukul terlemah sejak Juni 2020, saat China juga harus menutup negaranya karena Covid gelombang pertama.
Shanghai, pelabuhan terbesar di dunia, mengalami gangguan besar-besaran sejak Covid-19 kembali mewabah di negara itu pada akhir Maret. Kebijakan nol-Covid-19 telah membuat pabrik-pabrik tutup di seluruh kota, serta penundaan pengiriman besar-besaran di pelabuhan.
Jaringan transportasi dan logistik juga ikut terpengaruh. Pembatasan yang diberlakukan, memukul pengiriman barang di seluruh negeri dan ke pelabuhan dengan koneksi pengiriman global utama.
Pusat manufaktur Shenzhen dan di Jilin yang terkunci juga memberikan efek lesunya ekonomi China.
Namun begitu, juru bicara bea cukai China Li Kuiwen mengatakan bahwa "fundamental positif" ekonomi China tidak berubah.
Beberapa analis memperingatkan bahwa angka perdagangan akan terus memburuk jika situasinya seperti ini terus menerus. Ia menggarisbawahi sejauh mana masalah yang ditimbulkan oleh penguncian yang saat ini diberlakukan di China.
"Pertumbuhan ekspor bisa memburuk dalam beberapa bulan ke depan karena pandemi dan langkah-langkah penahanan Covid yang ketat di China, penurunan permintaan eksternal dan hilangnya pesanan ke wilayah lain," kata kepala ekonom China Nomura Ting Lu kepada kantor berita
AFP.Dia mengatakan bahwa pertumbuhan ekspor telah menjadi pendorong utama ekonomi Tiongkok selama dua tahun terakhir dan bahwa perubahan yang berkepanjangan sekarang akan menjadi pukulan besar bagi perekonomian.
Para ekonom justru meragukan bahwa bahwa aturan penguncian China saat ini, salah satu yang paling ketat di dunia, adalah penyebab melambatnya angka perdagangan.
"Wabah virus di China menyebabkan kesulitan besar dalam rantai produksi dan rantai pasokan," kata Chang Ran, seorang analis senior di Zhixin Investment Research Institute. Ia mengatakan, beberapa negara di Asia Tenggara telah beralih dari pemulihan ke ekspansi produksi, menggantikan ekspor China sampai batas tertentu," tambahnya.
Para ahli memperkirakan, bahwa perdagangan China mengalami penurunan karena diperparah dengan melemahnya permintaan global, terutama di Uni Eropa dan AS, di mana saat ini inflasi yang melonjak telah memukul daya beli.
"Penurunan paling tajam terjadi pada pengiriman ke UE dan AS, di mana inflasi tinggi membebani pendapatan rumah tangga riil," kata Julian Evans-Pritchard, ekonom senior China di Capital Economics.
Di tengah perang Rusia-Ukraina beberapa negara harus mengalami dampak buruk dari perang itu sendiri, dari mulai ditutupnya pelabuhan, dibatalkannya penerbangan, serta sanksi-sanksi yang menyasar Rusia tetapi berdampak pada negara-negara di sekitarnya.