Berita

Peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng/Net

Publika

Sampai Kapan Indonesia Menikmati Kenaikan Harga Minyak?

KAMIS, 07 APRIL 2022 | 12:17 WIB | OLEH: SALAMUDDIN DAENG

HARGA minyak dunia naik itu rejeki bagi Indonesia atau sebaliknya, tekor? Pertamina menyesuikan harga ritel BBM non subsidi. Namun perusahaan migas hulu Pertamina malah ketiban durian runtuh.

Presiden Jokowi meminta para menterinya untuk menjelaskan masalah ini kepada masyarakat mengenai pemyesuaian harga BBM non subsidi. Ini untuk pertama kali presiden menggunakan kata sense of crisis. Mantap istilahnya.

Di sektor Hulu migas Indonesia berdebar hatinya sekarang, penuh harap agar harga minyak yang bagus ini bisa bertahan lama. Usaha memompa minyak di blok-blok migas milik Pertamina diharapkan akan menghasilkan cuan untuk mengisi kantong perusahaan yang menipis selama bertahun-tahun akibat melemahnya harga minyak. Namun sampai kapan harga yang mantap ini akan bertahan?


Lebih dari 700 ribu barel minyak dihasilkan dari perut bumi Indonesia yang dijual, hasilnya sebagian masuk ke kantong pemerintah. Makin tinggi harga minyak maka makin banyak uang pemerintah, baik dari pajak, maupun bagi hasil minyak. Intinya pemerintah Indonesia senang kalau harga minyak naik, dibandingkan kalau harga turun semua bermuram durja.

Berbeda dengan Pertamina Hulu dan Pemerintah Indonesia, Pemerintah United State of America (USA) memiliki harapan yang lain. Untuk pertama kali mereka tidak diuntungkan oleh harga minyak yang tinggi, yang sebetulnya adalah fondasi sistem keuangan.

Kali ini USA berhadapan dengan kebutuhan mengendalikan inflasi yang terjadi gila gilaan. Hal yang paling dirasakan penduduk sekarang adalah kenaikan harga sewa aparmenen yang mulai mencekik.

USA telah menambah jumlah pasokan minyak ke pasar untuk me nurunkan harga BBM. Sekitar 1 juta barel per hari kemarin kebijakan ini tampaknya sudah jalan. Ini untuk menstabilkan harga BBM di sana yang naik dan ikut melipatgandakan inflasi yang telah naik di sana.

USA sebelumnya sudah meminta OPEC menambah pasokan namun tidak teralisasi. Sehingga USA mengeluarkan strategic reservenya menambah pasokan 1 juta barel sehari atau sekitar 5 persen dari konsumsi BBM harian USA. Cadangan ini akan dikeluarkan selama paling tidak 6 bulan ke depan.

Ada kemungkinan ini untuk menunjukkan bahwa USA sendiri ingin menunjukkan bahwa mereka masih kuat mengendalikan harga minyak dan sekaligus menekan harga jual BBM yang meningkat di dalam negeri dan sekaligus mengendalikan inflasi. Pemerintah USA juga telah memangkas berbagai macam pajak dan pungutan agar harga ritel BBM segera turun ke posisi normal di semua negara bagian.

Semantara Indonesia minyak itu sumber uang pemerintah. Dari minyak pemerintah medapatkan bagi hasil grossplit, berbagai macam pajak dan pungutan di hulu, pendapatan signature bonus dari peralihan blok migas, semua itu  mengisi kantong pemerintah.

Di bagian hilir pemerintah Indonesia memungut bannyak pajak PPN, PBBKB dan rencana akan memungut pajak karbon dan berbagai pungutan lainnya. Intimya negara ini hidup dari pungutan minyak.

Maka makin tinggi harga minyak, makin tebal kantong pemerintah Indonesia. Apalagi pada saat yang sama nilai dolar menguat. Makin tebal isi dompet pemerintah. Tajir.

Jadi berapa lama lagi Indonesia dan BUMN Pertamina Hulu akan menghasilkan cuan besar besaran dari blok blok dalam negeri kali ini akan diuji. Terutama dalam rangka program pemerintah atau ESDM dengan target 1 juta barel minyak sehari.

Mimpi pemerintahan Jokowi yang selama hampir dua periode masa pemerintahan belum ada tanda tanda akan dapat direalisasikan. Pertamina Hulu tampaknya akan mengusahakan dari sumur Rokan dengan konsentrasi terpecah pada usaha mengatasi limbah warisan Chevron di sana.

Pesan ini harus disampaikan para menteri sebagai sense of crisis bahwa harga minyak dunia naik itu mempertebal kantong pemerintah, bisa bisa sampai penuh sesak oleh uang.

Penulis adalah peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI)

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Bangunan di Jakarta Bakal Diaudit Cegah Kebakaran Maut Terulang

Senin, 29 Desember 2025 | 20:13

Drama Tunggal Ika Teater Lencana Suguhkan Kisah-kisah Reflektif

Senin, 29 Desember 2025 | 19:53

Ribuan Petugas Diturunkan Jaga Kebersihan saat Malam Tahun Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 19:43

Markus di Kejari Kabupaten Bekasi Mangkir Panggilan KPK

Senin, 29 Desember 2025 | 19:35

DPP Golkar Ungkap Pertemuan Bahlil, Zulhas, Cak Imin, dan Dasco

Senin, 29 Desember 2025 | 19:25

Romo Mudji Tutup Usia, PDIP Kehilangan Pemikir Kritis

Senin, 29 Desember 2025 | 19:22

Kemenkop Perkuat Peran BA dalam Sukseskan Kopdes Merah Putih

Senin, 29 Desember 2025 | 19:15

Menu MBG untuk Ibu dan Balita Harus Utamakan Pangan Lokal

Senin, 29 Desember 2025 | 19:08

Wakapolri Groundbreaking 436 SPPG Serentak di Seluruh Indonesia

Senin, 29 Desember 2025 | 19:04

Program Sekolah Rakyat Harus Terus Dikawal Agar Tepat Sasaran

Senin, 29 Desember 2025 | 18:57

Selengkapnya