Berita

peluncuran buku "Pembubaran Ormas" dan Diskusi Publik Problematika Pembubaran Ormas di Jakarta, Rabu (30/3)/Net

Politik

Imparsial Berharap UU Ormas Segera Direvisi Agar Tidak Dimanfaatkan Kelompok Penguasa

KAMIS, 31 MARET 2022 | 07:39 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Pembubaran ormas tanpa melalui putusan pengadilan adalah pelanggaran hak asasi manusia. Atas alasan itu, peneliti senior Imparsial, Al Araf berharap UU 16/2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (ormas) direvisi.  

"Menurut saya pembubaran ormas oleh pemerintah dalam negara hukum demokratis adalah satu bentuk pelanggaran prinsipil dari konstitusi dan hak asasi manusia," ujarnya dalam acara peluncuran buku "Pembubaran Ormas" dan Diskusi Publik Problematika Pembubaran Ormas di Jakarta, Rabu (30/3).

Al Araf mengakui bahwa dalam hak asasi manusia, kebebasan berserikat bukan hak yang sifatnya non derogable rights atau tidak dibatasi. Namun pembatasan hak asasi manusia tetap harus jelas dan terukur.

Dia mengurai bahwa pada 2013 sebenarnya sudah ada UU Ormas yang lebih baik. UU ini, merupakan koreksi terhadap UU 8/1985 yang juga memberikan kewenangan pemerintah untuk membubarkan ormas.

Pembuatan UU kala itu juga turut melibatkan ormas seperti NU dan Muhammadiyah serta kelompok mahasiswa.

"Bahwa pembubaran ormas hanya boleh melalui pengadilan bagi mereka yang berbadan hukum," ungkap Al Araf.

Namun, pemerintah akhirnya mengeluarkan Perppu 2/2017 yang mengembalikan kewenangan pembubaran ormas kepada pemerintah. Buntutnya, ormas HTI dan FPI menjadi korban pembubaran penerapan UU itu.

"Pada era tersebut tidak bisa dilepaskan dari konteks politik Pilkada Jakarta dan mobilitas HTI dalam kontestasi tersebut. Yang sebenarnya kalau HTI tidak ikut-ikutan demo 212, mungkin tidak ikut kena korban pembubaran juga," tutur Al Araf.

Untuk itu, dia berharap UU Ormas segera direvisi agar tidak digunakan oleh kelompok yang berkuasa untuk membubarkan ormas yang menjadi oposisi.

Turut hadir sebagai penanggap dalam acara ini antara lain, Busro Muqodas (PP Muhammadiyah), Arsul Sani (Wakil Ketua MPR RI), dan Usman Hamid (Direktur Amnesty Internasional).

Populer

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Pj Gubernur Jabar Ingin Persiapan Penyelenggaraan Ibadah Haji Sempurna

Kamis, 02 Mei 2024 | 03:58

Kantongi Sertifikasi NBTC, Poco F6 Segera Diluncurkan

Sabtu, 04 Mei 2024 | 08:24

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Ketua Alumni Akpol 91 Lepas Purna Bhakti 13 Anggota

Minggu, 05 Mei 2024 | 17:52

UPDATE

Menag Cek Persiapan Akhir Layanan Jemaah Haji di Arab Saudi

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:05

Baru Kantongi 100 Ribu KTP, Noer Fajriensyah Ngebet Maju Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 02:02

Politikus Perempuan di DPR Diprediksi Bertambah 10 Orang

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:29

PDIP Tancap Gas Godok Nama-Nama Calon di Pilkada 2024

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:26

Pemprov DKI Tak Serius Sediakan TPU di Kepulauan Seribu

Selasa, 07 Mei 2024 | 01:00

Subholding Pelindo Siap Kelola Area Pengembangan I Bali Maritime Tourism Hub

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:40

Ridwan Kamil-Bima Arya Berpeluang Dipromosikan 3 Parpol Besar di Pilgub Jakarta

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:32

DPRD DKI Terus Dorong Program Sekolah Gratis Direalisasikan

Selasa, 07 Mei 2024 | 00:24

Buku "Peta Jalan Petani Cerdas" Panduan Petani Sukses Dunia Akhirat

Senin, 06 Mei 2024 | 23:59

Popularitas Jokowi dan Gibran Tetap Tinggi Tanpa PDIP

Senin, 06 Mei 2024 | 23:11

Selengkapnya