Berita

Ilustrasi/Net

Dunia

Ahli: Keruntuhan Rusia Hanya Ada di Kepala Mereka yang Menginginkan Putin Jatuh

KAMIS, 31 MARET 2022 | 07:20 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Jika Amerika Serikat dan negara Barat lainnya merasa yakin mereka bisa mengikat Rusia dan menjatuhkan ekonominya, itu tidak seluruhnya benar.

Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev menyiratkan hal itu dalam post terbarunya di saluran Telegram. Menurutnya, tidak dapat dipungkiri, saat ini Rusia tengah mengalami beberapa kesulitan, tetapi ia yakin, Rusia sudah sangat siap dengan sanksi apa pun yang diluncurkan.

"Tentu saja, ada kesulitan nyata yang harus Rusia atasi. Rusia masih terisolasi dari rantai nilai global, pembagian kerja internasional, menghadapi pengangguran yang meningkat, dan gejolak ekonomi," tulisnya.

"Namun demikian, upaya Barat untuk mengikat Rusia gagal, karena kami siap untuk serangan yang dapat diprediksi seperti itu," tegas Medvedev, seperti dikutip dari TASS.

Kondisi Rusia yang 'siap' dengan sanksi tentu 'mengganggu' Barat dan sekutunya. Ditambah dengan hasil pembicaraan di Istambul terkait situasi Rusia-Ukraina, serta keputusan Rusia tentang masalah pembayaran gas dalam rubel negara-negara yang tidak bersahabat.

"Keruntuhan hanya ada di kepala mereka yang sangat ingin melihat semuanya dalam kronik hari ini, melihat Rusia jatuh," katanya, menambahkan banyak sekali serangan terhadap Rusia dan Putin.

"Sementara lawan kami melanjutkan pekerjaan mereka yang sia-sia, dunia secara bertahap bergerak menuju logika baru hubungan ekonomi global, dan ke sistem keuangan yang direvisi," tambahnya lagi.

Bercermin dari sanksi tahun 2014, saat Rusia disebut mencaplok Krimea, Rusia telah mengambil langkah-langkah untuk bertahan dari pukulan ekonomi. Negara ini telah memangkas anggarannya, meningkatkan cadangan devisa dan berusaha untuk mendiversifikasi portofolio perdagangannya agar tidak terlalu bergantung pada Uni Eropa untuk pendapatan ekspor.

Moskow telah bekerja untuk meningkatkan keuangannya, yang dapat membantu melindungi ekonomi dan menjaga pendanaan pemerintah jika terjadi sanksi.

Negara ini telah menjalankan kebijakan fiskal konservatif dan telah memangkas utangnya menjadi sangat ramping relatif terhadap negara-negara lain seperti AS dan sekutu Eropa.

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Kaki Kanan Aktor Senior Dorman Borisman Dikubur di Halaman Rumah

Kamis, 02 Mei 2024 | 13:53

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Bocah Open BO Jadi Eksperimen

Sabtu, 27 April 2024 | 14:54

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

UPDATE

Pilkada 2024 jadi Ujian dalam Menjaga Demokrasi

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:52

Saling Mengisi, PKB-Golkar Potensi Berkoalisi di Pilkada Jakarta dan Banten

Sabtu, 04 Mei 2024 | 23:26

Ilmuwan China Di Balik Covid-19 Diusir dari Laboratoriumnya

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:54

Jepang Sampaikan Kekecewaan Setelah Joe Biden Sebut Negara Asia Xenophobia

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:43

Lelang Sapi, Muzani: Seluruh Dananya Disumbangkan ke Palestina

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:35

PDIP Belum Bersikap, Bikin Parpol Pendukung Prabowo-Gibran Gusar?

Sabtu, 04 Mei 2024 | 22:16

Demonstran Pro Palestina Capai Kesepakatan dengan Pihak Kampus Usai Ribuan Mahasiswa Ditangkap

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:36

PDIP Berpotensi Koalisi dengan PSI Majukan Ahok-Kaesang di Pilgub Jakarta

Sabtu, 04 Mei 2024 | 21:20

Prabowo Akan Bentuk Badan Baru Tangani Makan Siang Gratis

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:50

Ribuan Ikan Mati Gara-gara Gelombang Panas Vietnam

Sabtu, 04 Mei 2024 | 20:29

Selengkapnya