Dubes Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva dengan CEO RMOL Network, Teguh Santosa, pada acara RMOL World View, Rabu (30/3). /RMOL
Referandum Krimea tahun 2014 menjadi salah satu isu panas yang kembali dibahas di tengah invasi Rusia yang sedang berlangsung di Ukraina. Menurut Duta Besar Federasi Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, kemenangan kelompok masyarakat Krimea yang ingin memisahkan diri dari Ukraina, sebesar 97 persen, adalah fakta yang tak terbantahkan.
Namun, masih ada yang curiga bahwa kemenangan kelompok anti-Ukraina itu atas campur tangan Rusia. Atau setidaknya karena penduduk asli Kriema yang dikenal sebagai Tatar Krimea, telah lama meninggalkan tanah kelahiran mereka itu, dan Krimea telah diisi oleh orang Rusia.
Atas kecurigaan ini, Dubes Lyudmila Vorobieva menggeleng-gelengkan kepala sambil tersenyum kecut.
“Saya bahkan tidak tahu harus bagaimana memberikan respon mengenai hal tersebut. Itu adalah salah satu distorsi sejarah yang paling buruk yang pernah saya dengar. Krimea adalah bagian dari Rusia di abad ke-18. Penduduk asli Krimea adalah suku Tatar, di saat itu mereka juga merupakan bagian dari Rusia,†ujar Lyudmilla, berbicara dalam acara
RMOL World View, di Kopi Timur, Jakarta, Rabu (30/3).
Lyudmila menjelaskan, untuk waktu yang sangat lama, etnis Tatar dan etnis Rusia hidup bertetanggaan, dan tentunya populasi etnis Rusia juga makin bertambah. Di tahun 2014, etnis Tatar dan Rusia di Krimea justru merasa terancam oleh pendekatan berbau Nazi yang dilakukan pemerintah Ukraina.
"Inilah yang mendorong mayoritas masyarakat Krimea ingin melepaskan diri dari Ukraina," ujar Dubes Lyudmila kepada CEO
RMOL Network, Teguh Santosa, yang memandu talkshow.
“Mereka (etnis Tatar dan Rusia) merasa terancam dengan kehadiran kelompok Nazi itu. Mereka (Ukraina) membunuh etnis Tatar dan Rusia karena mereka tidak menganggap mereka layaknya seperti manusia. Itu adalah inti dari ideologi mereka, yakni ras unggul Ukraina, dan ras resesif Rusia dan Tatar,†tegas Lyudmilla.
Dubes Lyudmilla, menambahkan kelompok Nazi semakin kuat dan sampai-sampai Presiden Victor Yanucoivich dikudeta oleh kelompok yang mendapatkan dukungan dari Barat .
“Sejak itu pemerintahan yang
Russianphobic berkuasa di Ukraina. Tidak hanya dalam hal anti-Rusia (sebagai negara), tapi juga dalam anti-rusia terhadap populasi mereka sendiri. Anda harus paham, kami sangat dekat (dengan orang Ukraina), orang mereka juga paham bahasa Rusia. Kami adalah saudara, secara praktis kami satu bangsa. 40 persen populasi ukraina berpikir bahwa mereka adalah orang rusia, etnis rusia. Berbahasa Rusia pula,†tambah Lyudmila.
Mengenai bahasa Rusia di Krimea, Lyudmila yang lahir di Ukraina mengatakan, di jaman tersebut orang-orang di jalanan bisa dibantai jika berbicara menggunakan bahasa Rusia.
“Bukan hanya kekerasan terhadap budaya, namun juga kekerasan fisik. Orang Krimea bisa diserang jika menggunakan bahasa Rusia disaat itu,†ujarnya.
Tersiksa dari tindakan represif tersebut, akhirnya Rusia mencoba untuk imensponsori perdamaian. Namun Ukraina malah mengrimkan pasukan militernya. Akhirnya, Rusia juga mengirimkkan pasukan untuk menjaga warga Krimea yang berbahasa Rusia.
Kejadian ini akhirnya berujung pada referendum Krimea, di mana Krimea resmi menjadi bagian dari Federasi Rusia. Sejak itu pasukan Rusia aktif menjaga Krimea beserta warganya, ujar Lyudmila.
“Tidak lama dari Referendum Krimea, Donetsk dan Luhansk juga mendeklarasikan sebagai negara independen. Namun kami tidak menyetujuinya. Sejak itu mereka berusaha untuk mempertahankan dirinya, yang disebut sebagai
Civil War 2014,†pungkas Lyudmila.
Akhirnya kini Rusia telah mengakui status Donetsk dan Luhansk sebagai negara independen.