Ilustrasi PN Jakarta Selatan/Net
Gugatan praperadilan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway dalam perkara korupsi pengadaan Helikopter AW-101 ditolak oleh Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (22/3).
"Menolak permohonan praperadilan dari pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Tunggal PN Jakarta Selatan, Nazar Effriandi, Selasa sore (22/3).
Dalam pertimbangannya, Hakim Tunggal menilai, permohonan Jhon Irfan untuk menghentikan penyidikan bukan merupakan objek praperadilan.
"Baru menjadi objek praperadilan kalau termohon ternyata menghentikan penyidikannya," kata Hakim Tunggal.
Selain itu menurut Hakim, dari surat-surat yang diajukan oleh KPK terkait penetapan tersangka atas diri pemohon telah sesuai hukum. Bahkan, menurut Hakim, ditetapkannya sebagai tersangka meski penyidikan sudah lebih dari dua tahun tidak dapat dijadikan alasan untuk pembatalan sebagai tersangka.
Kemudian terkait permohonan kedua dari Jhon, yakni terkait penetapan tersangka tidak sah karena para penyelenggara negara telah dihentikan penyidikannya, Hakim menolak permohonan tersebut.
Setelah itu terkait persoalan penyitaan dan pemblokiran aset yang diklaim merupakan aset pribadi dan bukan milik PT Diratama Jaya Mandiri dan tidak ada hubungannya dengan kontrak pengadaan Heli Angkut AW-101, Hakim berpendapat bahwa persoalan tersebut bukan aspek formil yang sah dalam praperadilan karena akan dipertimbangkan oleh Majelis Hakim yang memeriksa pokok perkara.
Sebelumnya, KPK mengabarkan bahwa Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan penyidikan lima tersangka kasus dugaan korupsi helikopter AW-101.
Namun demikian, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan pihaknya akan menelusuri kasus penghentian penyidikan kasus itu.
Dalam perkara ini awalnya, KPK menemukan dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 periode Mei 2017. Panglima TNI saat itu yakni Jenderal Gator Nurmantyo menyebutkan adanya potensi kerugian negara senilai Rp 220 miliar dalam pembelian helikopter tersebut.
KPK awalnya menetapkan empat pejabat dari unsur militer sebagai tersangka setelah bekerjasama dengan Puspom TNI. Keempatnya yaitu, Fachry Adamy, Letkol TNI AU (Adm) WW, Pelda SS, dan Kolonel (Purn) FTS. Keempatnya kemudian diproses oleh Puspom TNI.
Seiring berjalannya waktu, KPK kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka dari unsur swasta atas nama Irfan Kurnia Saleh pada 16 Juni 2017. Namun, hingga saat ini Irfan belum ditahan.
Dalam pembelian helikopter ini, PT Diratama Jaya Mandiri diduga telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.
Namun, pada Februari 2016 setelah menekan kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya Mandiri menaikkan nilai jual helikopter menjadi Rp 738 miliar.
Kemudian, Puspom TNI menetapkan seorang tersangka lainnya, yakni Marsekal Muda TNI SB. Kerjasama antara KPK dengan TNI, dilakukan penyitaan uang sebesar Rp 7,3 miliar dari salah satu tersangka Letkol TNI AU (Adm) WW.