Berita

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Alif Kamal/Net

Politik

Di Mata Prima, Klaim Big Data Menko Luhut Salah Kaprah

MINGGU, 13 MARET 2022 | 08:46 WIB | LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan dinilai gagal paham dalam memahami aspirasi masyarakat dan konstitusi yang berlaku di Indonesia. Ini lantaran basis data yang digunakan untuk mengamini wacana penundaan pemilu bertumpu pada klaim big data.

Luhut mengklaim bahwa ada big data yang melibatkan 110 juta orang di Indonesia yang isinya cenderung menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Artinya, masa jabatan presiden diperpanjang hingga pemilu digelar.

Bagi Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), Alif Kamal klaim Luhut itu salah kaprah.  


Sebab, berdasarkan ketentuan hukum di Indonesia, aspirasi masyarakat yang berlandaskan pada kesimpulan analisis big data belum bisa dijadikan dasar untuk melakukan amandemen UUD 1945.

"Menko Marves harus memahami lagi sistem hukum di Indonesia, big data belum bisa dijadikan dasar untuk membentuk atau mengubah produk hukum," ujar Alif Kamal kepada Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (13/3).

Alif juga menilai analisa big data yang digembar-gemborkan pemerintah belakangan ini terkait wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden hanya klaim saja. Pasalnya, sampai saat ini belum pernah dibuka hasil analisisnya kepada publik.

"Jadi, tidak salah jika ada anggapan bahwa kesimpulan big data itu hanya klaim belaka," kata Alif.

Jika aspirasi masyarakat yang diambil melalui platform media sosial memang merupakan salah satu bagian dari demokrasi, maka Alif Kamal mempertanyakan sikap Menko Luhut yang seolah pilih-pilih.

Sebab, saat ada penolakan masyarakat terhadap omnibus law RUU Cipta Kerja, pemerintah seolah abai.

“Ini juga kan demokrasi kan?” tanyanya.

Baginya pemerintah telah menerapkan standar ganda. Demokrasi hanya digunakan jika sesuai dengan kepentingan pemerintah saja. Penolakan atas kebijakan pemerintah sebelumnya tidak dianggap sebagai bagian dari demokrasi dan harus ditanggapi segera.

"Penolakan kebijakan lainnya tidak dianggap bagian dari demokrasi," pungkas Alif.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Sisingamangaraja XII dan Cut Nya Dien Menangis Akibat Kerakusan dan Korupsi

Senin, 29 Desember 2025 | 00:13

Firman Tendry: Bongkar Rahasia OTT KPK di Pemkab Bekasi!

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:40

Aklamasi, Nasarudin Nakhoda Baru KAUMY

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:23

Bayang-bayang Resesi Global Menghantui Tahun 2026

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:05

Ridwan Kamil dan Gibran, Dua Orang Bermasalah yang Didukung Jokowi

Minggu, 28 Desember 2025 | 23:00

Prabowo Harus jadi Antitesa Jokowi jika Mau Dipercaya Rakyat

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:44

Nasarudin Terpilih Aklamasi sebagai Ketum KAUMY Periode 2025-2029

Minggu, 28 Desember 2025 | 22:15

Pemberantasan Korupsi Cuma Simbolik Berbasis Politik Kekuasaan

Minggu, 28 Desember 2025 | 21:40

Proyeksi 2026: Rupiah Tertekan, Konsumsi Masyarakat Melemah

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:45

Pertumbuhan Kredit Bank Mandiri Akhir Tahun Menguat, DPK Meningkat

Minggu, 28 Desember 2025 | 20:28

Selengkapnya