Anggota Komisi VII DPR RI Mercy Chriesty Barends/Net
Pemerintah diminta tidak mengurangi kuota penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT), terutama minyak tanah di Malulu untuk kuota tahun 2022.
Anggota Komisi VII DPR RI Mercy Chriesty Barends menyampaikan permintaan itu, setelah Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengurangi jatah minyak tanah di Provinsi Maluku sebanyak 3.226 kiloliter, sehingga total kuota hanya mencapai 102.774 kiloliter.
Mercy mengatakan, persoalan ini telah disampaikan langsung saat berkordinasi dengan Kepala BPH Migas dan Sales Area Manager Retail PT Pertamina MOR VIII Maluku-Papua dalam agenda reses 10 Maret 2022.
"Saya sudah sampaikan kepada pihak-pihak terkait untuk tetap mempertahankan kuota mitan dikembalikan ke kuota lama tahun 2021 atau dinaikan sesuai kebutuhan masyarakat," kata Mercy dalam keterangannya, Sabtu (12/3).
Dikatakan Mercy, suasana kebatinan saat membahas subsidi energi di Komisi VII dan Banggar DPR RI adalah bagaimana tetap bisa menjaga ketahanan energi nasional yang berkeadilan. Terlebih, ekonomi masyarakat terdampak pandemi Covid -19.
Legislator PDI Perjuangan ini menegaskan, dalam rangkaian pembahasan sampai dengan penetapan subsidi energi untuk tahun ini, telah diputuskan total subsidi yang dianggarkan oleh Kementerian ESDM mencapai Rp 134 triliun. Atau naik tipis dari Rp 131,5 triliun di tahun lalu.
Sedangkan, untuk pos subsidi Migas dan LPG turun dari Rp 83,7 triliun tahun lalu, menjadi Rp 77,5 triliun di 2022. Sedang pos Listrik, naik menjadi Rp 56,5 triliun dari sebelumnya Rp 47,8 triliun.
"DPR dan pemerintah menyepakati subsidi tetap minyak solar adalah Rp 500 per liter, lalu terdapat alokasi kurang bayar sebesar Rp 10,17 triliun," terangnya.
"Selain itu, Banggar DPR menyepakati volume LPG yang mendapatkan subsidi adalah 8 juta MT. Sementara untuk mitan dari tahun 2021 kuota sebesar 500.000 kl turun menjadi 480.000 kl karena beberapa daerah mulai masuk skema konversi mitan ke gas," jelas Mercy.
Soal kuota minyak tanah, kata Mercy, hal tersebut harus diperhatikan mengingat Provinsi Maluku belum masuk pada skema koversi mitan ke gas. Tidak hanya Maluku, tetapi sebagian besar kawasan timur Indonesia belum masuk pada skema itu.
"Kalau kita hilangkan subsidi mitan, artinya terjadi ketidakadilan dan diskriminasi energi yang luar biasa antara kawasan barat dan timur. Masyarakat KTI akan balik ke zaman dulu," pungkasnya.